Mohon tunggu...
DodiWidia Nanda
DodiWidia Nanda Mohon Tunggu... Dosen - Ancora Imparo: I'm still learning: saya masih belajar

Pembelajar selamanya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rocky Gerung yang "Offside"

13 April 2018   14:08 Diperbarui: 13 April 2018   14:18 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernyataan seorang Rocky Gerung yang mengkategorikan "kitab suci" sebagai "fiksi" di acara ILC beberapa hari yang lalu, bisa dikatakan sebagai sesuatu hal "agak keliru", jika memang tidak ingin dikatakan salah.

Lagi pula, beliau sudah terlalu jauh mengupas hal-hal yang bersifat "philosophic" seperti itu. mengingat kapasitas beliau hanyalah seorang sarjana sastra (S1), bukan seorang "pakar "ataupun "guru besar" yang seperti selama ini digembar-gemborkan. Konon katanya, sebutan "professor" tersebut hanyalah hal yang bersifat "fiktif", dan sengaja disematkan kepada beliau sebagai bentuk apresiasi dari setiap penampilan "heroik" beliau di acara ILC.

Bahkan, menurut hemat saya, beliau sudah agak keliru dalam membedakan antara "fiksi" dan "fiktif". Sebenarnya ini adalah 2 hal yang sama, namun hanya berbeda dalam hal "part of speech". yang mana "fiksi" itu dikategorikan sebagai "noun", sedangkan "fiktif" itu adalah "adjective". Lagi pula, menurut KBBI, "fiktif" itu bersifat "fiksi" dan hanya terdapat dalam khayalan.

Selanjutnya, "fiksi" itu adalah sesuatu hal yang ditulis berdasarkan imajinasi pengarang, dan sangat dipengaruhi oleh unsur subjektivitas dari pengarang (Krismarsanti, 2009). Hal-hal yang diimajinasikan tersebut belum tentu terjadi, dan bisa juga terjadi. Contohnya, novel fiksi "ghost fleet", di dalam konteks Indonesia bubar pada tahun 2030. Prediksi yang bersifat imajinatif ini belum tentu akan terjadi, dan bisa juga terjadi tergantung dari kondisi dan perkembangan Indonesia.

Sementara itu, kitab suci, saya ambil konteksnya Al Quran, semua hal yang disebutkan di dalam kitab suci umat Islam ini pasti akan terjadi. Memang pembagiannya ada yang sudah terjadi, dan adapula yang belum terjadi. Namun hal yang belum terjadi tersebut tetap akan pasti terjadi. Contoh yang sudah terjadi adalah "kiamat sugra" seperti kematian, gempa bumi, banjir, gunung meletus dan lain-lain. Sedangkan hal yang belum terjadi, tapi pasti akan terjadi adalah seperti "kiamat kubra", atau disebut juga dengan kiamat besar. Hal demikian ini disebutkan dalam [QS. Thaha 20:15], yang berbunyi bahwa sesungguhnya hari kiamat itu akan datang, AKU merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap orang dibalas dengan apa yang diusahakan.

Jadi intinya, kitab suci (saya ambil contohnya Al Quran), tidak bisa disebut "fiksi", karena sebagian yang ditulis di dalam Al Quran tersebut telah terjadi, dan sebagiannya lagi memang belum terjadi (tapi pasti akan terjadi). Sedangkan karya fiksi, seperti ramalan Indonesia akan bubar pada tahun 2030, belum terjadi, bisa saja akan terjadi dan bisa juga tidak akan terjadi.

Begitu kira-kira logika sederhanaku, DWN!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun