Mohon tunggu...
Allida Amitaf
Allida Amitaf Mohon Tunggu... wiraswasta -

A big fan of Paulo Coelho books

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Secuil surga Queenstown, New Zealand

11 Juni 2014   01:36 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:19 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Saya rasa orang Indonesia manapun yang senang travelling atau pernah mengunjungi negara lain tidak akan luput dari pikiran yang terus menerus muncul dan bertanya "Kapan ya Indonesia bisa kaya begini?". Menurut saya, letak perbedaan alam Indonesia dan negara lain bukan pada kekayaan atau variasi alamiahnya. Tentu saja, kita semua sering mendengar bahwa Indonesia adalah negara yang kaya dan indah, tapi kenyataannya keindahan tersebut tidak mudah dinikmati. Perbedaannya ada pada: akses menuju lokasi, pemeliharaan setiap titik tempat wisata, kontrol pembangunan dan estetika segala macam bentuk yang didirikan.


Tempat-tempat yang cukup populer didatangi turis mancanegara  seperti Labuan Bajo, Karimun Jawa, Bunaken, Derawan sangat sulit diakses. Diantaranya transportasi yang terbatas dan kurang nyaman, sedikitnya penginapan yang proper, jarangnya ada jasa yang menyediakan fasilitas atau atraksi yang menarik, dan lemahnya tingkat keamanan hanya sebagian alasan yang membuat turis lokal enggan untuk berlibur di dalam negeri. Ironisnya, biaya yang diperlukan untuk berlibur di dalam negeri seringkali lebih mahal daripada berlibur ke luar.


Meskipun demikian, nampaknya sedikit demi sedikit arah perbaikan di sektor pariwisata lokal sudah cukup maju. Jika hal-hal yang bersifat pembangunan, lebih banyak kita gantungkan pada pemerintah, maka hal terkecil yang bisa kita lakukan adalah dengan tidak merusak apalagi mengeksploitasi alam yang kita miliki. Sama dengan keindahan Queenstown yang baru saja saya shared, tidak terlepas dari partisipasi setiap individu penduduknya untuk bahkan tidak sekalipun membuang sampah sembarangan. Cliche, but that's a fact.


Cheers


FA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun