Setelah sejak lama berusaha untuk menulis kembali di Kompasiana, akhirnya malam ini saya memiliki motivasi yang cukup kuat untuk publish satu tulisan.
Baru saja saya melihat program talkshow di T***s* pukul 19:00 tadi, karena kebetulan saya kenal dengan salah satu bintang tamunya (Andri Rizki - Lulusan Cum Laude Fak. Hukum UI yang meninggalkan pendidikan SMA). Rizki yang saya kenal begitu murah senyum, namun pada sesi wawancara malam ini terlihat serius, cenderung "jutek". Bagaimana tidak, dia disambut dengan candaan yang menurut saya tidak pantas. Bintang tamu lainnya yang bergaya seperti bencong dengan host perempuannya beberapa kali menggodanya. Mungkin sebagian orang bisa menanggapi candaan demikian dengan lebih luwes, tapi tidak sedikit (termasuk saya) akan merasa risih menghadapi situasi demikian.
Ya! seperti judul diatas, kali ini saya merasa terdorong untuk sharing perspektif lain terkait dunia hiburan tanah air. Tentunya masih banyak hal lainnya yang saya kurang sepakat dengan konten tayangan lokal seperti: Berita kejahatan yang semakin intense ditayangkan, Acara lawak (yang ironisnya menurut saya sama sekali tidak lucu - cenderung negatif), acara/film yang menjiplak program dari luar (beserta cara berpakaiannya yang kebarat-baratan).
Saya tidak bermaksud bersikap pesimis dengan produksi lokal. Tentunya saya juga mengakui remaja ini banyak film dan acara yang bermutu. Bukan hanya sekali, saya sengaja membeli tiket bioskop film lokal sebagai salah satu bentuk dukungan saya untuk karya film yang berkualitas. Tapi kali ini saya benar-benar jengah dengan populernya live show yang mengedepankan candaan ejek-ejekan, (tidak jarang juga) jorok, ketawa-ketiwi tidak jelas. Padahal nyatanya sudah banyak sekali petisi penolakan acara-acara yang kurang bermanfaat seperti demikian.
Concern saya pada tulisan kali ini ingin mengangkat, sekaligus bertanya: Sampai kapan figur bencong akan dipakai untuk menaikan rating sebuah show?
Apakah saya sensi dengan bencong? tidak
Lalu apa masalahnya?
Saya paham bahwa ada beberapa pria yang terlahir dengan kekurangan dari segi biologis, salah satunya hormon testosteron, atau entah hal apa yang dapat membuat seorang laki-laki merasa lebih nyaman bersikap seperti perempuan. Tapi saya juga mengenal beberapa pria yang gayanya menjadi sedikit "kebencongan", karena lifestyle. Jenis ke-2 inilah yang saya prihatinkan dan saya merasa tidak sepatutnya di-encourage (didorong).
Dengan sering dan banyaknya penonton melihat sesuatu yang awalnya dianggap tidak wajar, lama-kelamaan penonton akan semakin toleran. Bahayanya adalah ketika hal yang dianggap tidak wajar itu adalah sesuatu yang juga tidak benar.
Masih ingatkah dulu:
- Ketika kita mendengar seorang perempuan hamil diluar nikah adalah hal yang tabu; tapi sekarang sudah umum dan banyak yang mengkaitkan hal tersebut hanya sebatas isu pergaulan
- Ketika anak-anak bisa bermain dengan bebas di komplek; tapi sekarang hidup di luar terasa lebih tidak aman dengan banyaknya pemberitaan sadis - menjadi lebih paranoid
Mudah-mudahan Komisi Penyiaran Indonesia akan semakin lebih berani dan tegas dalam menyeleksi program TV. Salah satu jalan menuju Revolusi Mental adalah melalui konsumsi publik yang lebih cerdas. Â Bismillah, mudah-mudahan satu-persatu kekurangan yang ada bisa bersama-sama kita perbaiki...
Terima kasih telah membaca,
Adilla
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H