Pekan lalu bursa saham dunia sempat dikejutkan oleh keputusan bank sentral Amerika yaitu Federal Reserve untuk menurunkan currency swap linesnya dengan lima bank sentral utama dunia lainnya. Kelima bank sentral ini yaitu Bank of England, Bank of Japan, Swiss National Bank, European Central Bank dan Bank of Canada. Currency swap line dapat diartikan sebagai biaya untuk meminjam suatu mata uang yang dikenakan oleh satu pihak dengan pihak lainnya. Disini, yang diturunkan adalah biaya untuk meminjam dollar AS, yaitu dari +100 basis poin menjadi +50 basis poin, yaitu penurunan sebesar 0.5%. Kurang lebih begini mekanismenya: Misalnya European Central Bank membutuhkan dollar AS, ECB akan menjual euro pada Federal Reserve, dan mendapatkan dollar AS yang setara dengan nilai euro saat itu. Dollar AS ini akan tetap berada di Federal Reserve dalam akun yang dimiliki oleh ECB, sementara euro yang ditransaksikan ini juga tetap berada di Eropa yaitu di dalam rekening milik Federal Reserve. Misalnya ada salah satu bank swasta di Eropa yang membutuhkan dollar AS dan kesulitan dalam mendapatkannya di pasar, bank ini dapat meminjam dari dollar AS yang telah dipinjam oleh ECB ke Federal Reserve. Dengan demikian, Federal Reserve akan memindahkan dollar AS yang dibutuhkan ini ke bank swasta Eropa tersebut. Federal Reserve tidak menanggung resiko apapun jika bank peminjam ini nantinya mengalami kesulitan dalam mengembalikan kembali dollar ASnya karena perjanjian pinjam meminjam ini adalah antara Federal Reserve dengan ECB dan ECB dengan bank swasta tersebut. Jadi, dapat dikatakan bahwa yang menanggung jika bank tersebut mengalami gagal bayar adalah ECB, dan Federal Reserve tetap akan dibayar kembali oleh ECB saat pinjaman ini jatuh tempo. ECB lah yang menjadi penjamin dari pinjaman yang dimaksud. Pada saat pinjaman ini jatuh tempo, ECB akan dikenakan bunga pinjaman yang nantinya dibayarkan kepada Federal Reserve beserta pengembalian pinjaman pokoknya. Nah, bunga pinjaman inilah yang pekan lalu diturunkan hingga 50 basis poin atau 0.5%. Tidak hanya itu, namun keenam bank sentral yang terlibat juga memperpanjang fasilitas pinjam meminjam ini dari yang awalnya akan berakhir Agustus 2012 menjadi Februari 2013. Maka, dapat disimpulkan bahwa tindakan menurunkan suku bunga ini bertujuan untuk mempermudah akses terhadap dollar AS. Mungkin ada sebagain yang berasumsi bahwa dengan ini krisis di Eropa akan segera berakhir dengan dikeluarkannya kebijakan ini. Namun, menurut penulis kebijakan ini bukanlah ‘obat’ yang tepat untuk mengakhiri semua krisis di Eropa. Sebagian mempertanyakan, kenapa baru sekarang? Perbankan di Eropa terancam mengalami credit crunch atau kekeringan likuiditas, terutama likuiditas dollar AS. Melonjaknya angka pinjaman swasta terhadap ECB senilai 8.64 miliar euro menjadi angka pinjaman tertinggi sejak bulan Maret lalu saat perbankan Irlandia terpaksa berpaling pada bank sentral mereka untuk mendapatkan likuiditas yang diperlukan. Diilustrasikan oleh Financial Times bahwa menurut salah seorang trader, dia melihat ketimpangan tajam dimana ada satu perbankan Eropa yang besar yang mau meminjamkan uangnya sementara di sisi lainnya terdapat 40 bank yang mencari pinjaman. Bank-bank yang membutuhkan pinjaman ini bukanlah bank-bank kelas kecil, namun bisa dibilang mereka merupakan bank-bank besar di zona Eropa, dan mereka mengalami kesulitan dalam mendapatkan likuiditas dari pasar. Akibatnya mereka berpaling ke ECB. Bisa disimpulkan lebih lanjut bahwa langkah gabungan dari enam bank sentral ini bertujuan mengamankan likuiditas di pasar keuangan dunia karena akan sangat beresiko jika pada akhirnya terjadi credit crunch atau kekeringan likuiditas yang berkepanjangan. Memang, masalah ini sebenarnya sudah berlangsung dalam beberapa bulan terakhir, hanya responnya saja yang mungkin agak kurang cepat. Respon dunia? Wow, bisa dibilang pasar berbalik arah 180 derajat setelah diumumkannya keputusan ini. Indeks saham-saham Amerika yaitu Dow Jones Industrial Average, NASDAQ Composite, dan juga indeks S&P 500 ketiganya naik lebih dari 4% setelah diumumkannya keputusan ini. Apakah ini obat yang dibutuhkan oleh Eropa? Sayangnya BUKAN. Obat yang dibutuhkan oleh Eropa bukanlah pinjaman yang dipermudah. Penyakitnya sendiri adalah masalah kepercayaan. Bukan masalah kepercayaan terhadap swasta, namun terhadap kemampuan pemerintah masing-masing negara yang bermasalah seperti Yunani, Italia, Portugal, Spanyol, Irlandia dan mungkin ke depannya Belgia dan Prancis. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan untuk menyeimbangkan antara pengeluaran dan pendapatan negara. Atas dasar ini maka dapat dikatakan bahwa mengharapkan krisis fiskal di Eropa dapat terselesaikan dengan mempermudah akses likuiditas saja tidaklah tepat. Seperti orang sakit gigi, jika kita beri obat penghilang rasa sakit ya sementara hilang sakitnya, tapi setelah efek dari obat ini mereda, giginya ya sakit lagi. Solusinya ya harus ditambal atau dicabut. Jadi, memang benar apa yang berkali-kali ditegaskan oleh Kanselir Jerman Angela Merkel bahwa solusi untuk mengatasi krisis di Eropa adalah dengan pemerintah masing-masing menjalankan program-program pengetatan anggaran yang telah dicanangkan dengan tujuan mengurangi defisit masing-masing. Memang benar apabila ECB berkeras untuk tidak mau memberikan dukungan tidak terbatas dalam hal pembelian obligasi negara-negara yang bermasalah seperti Italia apabila nantinya akan seperti pada saat pemerintahan PM Silvio Berlusconi yang merasa ‘keenakan’ karena disupport oleh ECB sehingga program reformasi fiskal yang sudah disusun jadi telantar sehingga berbuntut pada pengunduran dirinya sendiri. Selain dari penurunan suku bunga ini, juga ada satu poin lagi yang diumumkan, yaitu fasilitas bilateral swap yang memungkinkan misalnya Federal Reserve untuk memberikan pinjaman langsung pada perbankan di Amerika dalam bentuk euro, yen, poundsterling, Swiss franc, maupun dollar Kanada. Hal ini untuk mempersingkat waktu, terutama apabila terjadi krisis seperti waktu tahun 2008 lalu dimana kekacauan di pasar uang akan memperlambat proses pencarian dana dalam bentuk mata uang asing oleh perbankan di Amerika. Dengan fasilitas ini, bank-bank di Amerika dapat langsung mendapatkan likuiditas dalam mata uang asing dari Federal Reserve. Tentu saja saat ini fasilitas tersebut tidak dibutuhkan, namun dikeluarkannya fasilitas ini juga menjadi tanda tanya tersendiri. Apakah mereka (bank-bank sentral) mengetahui sesuatu yang buruk akan terjadi (atau malah sedang terjadi) sehingga mereka mempersiapkan fasilitas-fasilitas ini? Sepertinya yang terburuk yang dapat terjadi saat ini adalah bubarnya euro karena bubarnya euro akan sangat berdampak negatif pada pasar uang global. Pekan yang baru ini para pemimpin Eropa akan bertemu pada tanggal 9 Desember mendatang untuk membahas solusi apa yang akan diambil untuk menyelesaikan krisis fiskal di Eropa ini. Apa yang akan dibahas dalam pertemuan ini akan menjadi topik dari tulisan penulis berikutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H