"Ada obat yang lebih alami dan lebih sedikit efek samping: berdukalah dengan caramu sendiri."
Andreas Kurniawan membawa cerita tentang hidupnya sendiri ketika berduka, yaitu saat ia ditinggal oleh ayah dan anaknya. Caranya merespon rasa duka untuk dua orang tersebut juga berbeda. Namun, dalam refleksinya ia menyadari ada satu kesamaan, yaitu penyesalan. Ia menyesal karena belum berbuat banyak, karena tidak mempercepat hal yang bisa disaksikan oleh ayahnya, dan masih banyak penyesalan yang ia rasakan. Tetapi, melalui proses refleksi yang ia jalani dan lama berkenalan dengan si duka, Andreas menjadi sadar bahwa penyesalan atas orang yang ditinggalkan tidak akan mengubah situasi apapun.
Saat berduka, manusia cenderung menyendiri, tetapi tidak mudah bagi mereka. Mereka akan selalu kedatangan tamu yang akan selalu bertanya "apakah kamu baik-baik saja?" atau "apa yang terjadi?". Bahwa sebenarnya tamu-tamu tersebut tidak begitu ingin tahu apa yang terjadi, tetapi lebih ingin menyibukkan diri agar kita tidak berlarut dalam kesedihan. Dalam buku ini, kita belajar banyak hal baru tentang duka, rasa sedih, bahagia, merelakan, hingga akhirnya kembali pada rutinitas semula dengan banyak perubahan atau bisa disebut sebagai "new normal".
Tak hanya itu, buku ini juga menjelaskan tentang coping mechanism yang memang seharusnya dimiliki setiap manusia ketika merasa terpuruk, sedih, bahkan berduka. Satu bab dalam buku ini membahas tentang bagaimana Andreas melakukan cuci piring sebagai salah satu rutinitas barunya untuk menghadapi kedukaan.Â
Sayangnya, di dalam buku ini bahasa dan penjelasannya hanya berputar-putar. Ada banyak bagian yang hanya kembali pada teks sebelumnya. Selain itu, dengan judulnya yang berfokus pada "kedukaan" dan "melalui mencuci piring", keterkaitan dua hal tersebut sedikit sekali dibahas di dalam buku. Di sisi lain, buku ini membawa kita pada pembaruan tentang melihat rasa duka sebagai sesuatu yang normal sama seperti rasa senang. Banyak perspektif dan hal baru yang bisa didapatkan melalui buku ini.
Dibuat oleh: Ririn R. Silaban
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H