Bukan perkara mudah bagi Ibu Usi, begitu saja kalian menyebutnya, bertahan hidup. Bagaimana tidak, sebagai pegawai negeri golongan tiga, ia harus menghidupi tiga manusia setiap harinya. Akhir minggu tiba, sudah saatnya bagi Bu Usi untuk memberikan uang saku bagi dua anaknya yang masih duduk di bangku perguruan tinggi.
"Ah, ya sudah Buk, besok pagi saja dikasih uangnya. Kan masih besok aku ke Surabaya lagi." "Oke, baiklah." "Lagian percuma saja, Ibu kan sedang tidak punya uang," kata Ima, melengos, sambil menghadap laptopnya lagi. Ia merasa frustasi kenapa masalah finansial keluarganya tidak segera beranjak pergi. Sementara itu, Ibu Usi tetap sibuk memasak, sesekali ia menawarkan teh hangat, atau camilan-camilan yang sudah selesai dibuat kepada anak-anaknya, tak terkecuali Ima. Lama kelamaan Ima merasa tidak enak. Segera ia mendekati ibunya, "Bu, kok nggak sedih sih kalau sedang nggak punya uang?" "Buat apa sedih? Kalau sedih uangnya lantas datang sendiri begitu? Percaya saja Tuhan tidak pernah tinggal diam." Ima terdiam, ia kagum dengan Ibunya. Seperti biasa. Sering kita merasa bingung luar biasa karena tidak punya uang. Segalanya memang butuh uang. Tapi kamu rela ta kebahagiaanmu terenggut hanya karena kamu tidak punya uang. Itu namanya mengkerdilkan Tuhan. Kata Sudjiwo Tejo. gambar diambil dari sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H