Mohon tunggu...
Aam Permana S
Aam Permana S Mohon Tunggu... Freelancer - ihtiar tetap eksis

Mengalir, semuanya mengalir saja; patanjala

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Saya Bangga Pernah Jadi Wartawan (4)

17 Agustus 2021   11:24 Diperbarui: 17 Agustus 2021   11:32 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Jangan sekedar lewat di PR, ya, Pe."

Kalimat itu masih terngiang di telinga saya. Yang berbicara Kang Endi Sungkono, Desk Daerah HU PR, suatu ketika sebelum digelar rapat redaksi di Markas PR, Jalan Soekarno-Hatta 147 Bandung.

Kang Endi, ketika saya duduk di kursi depan mejanya bertanya, sebelum jadi wartawan PR, saya kerja di mana. Saya (di lingkungan Grup PR kerap dipanggil Ape, kependekan dari Aam Permana) jawab, di Galura.

Beliau mengangguk. Saya yakin itu hanya basa-basi, karena dia pasti sudah mendengar latar belakang wartawan baru yang lolos seleksi.

"Ingat, kamu jangan sekedar lewat di PR. Jadilah sesuatu," ucapnya sambil tersenyum. Redaktur yang satu ini bertubuh tinggi besar dan berpenampilan kalem. Berjalan pun pelan. Satu hal lagi, selalu senyum. Kalau bicara santai, tak pernah meledak-ledak.

Saya awalnya tidak paham makna kalimatnya. Saya baru memahaminya beberapa tahun kemudian. Ia ingin saya menjadi "orang" di Pikiran Rakyat, bukan hanya sekedar wartawan atau karyawan. Setidaknya, saya bisa jadi redaktur, atau apa saja. Itulah yang saya pahami dari pesan Kang Endi yang saya yakin juga disampaikan kepada yang lain.

Sayangnya, harapan Kang Endi itu tidak berhasil saya wujudkan. Hidup adalah pilihan, dan saya memilih jalan yang sebenarnya tidak saya kehendaki. Soal itu, insya Allah akan saya catat dalam tulisan ini, esok atau lusa.

Kasus Dukun Santet

Tahun 1999, Jawa Barat pernah digegerkan oleh kasus pembunuhan sejumlah orang yang diduga dukun santet. Kasusnya terjadi di beberapa daerah, salahsatunya di selatan Ciamis.  Kasus tersebut, sudah pasti menjadi perhatian saya ketika bertugas di Ciamis di pengujung 1999.

Bersama Yedi Supriadi, kami kerap berbagi tugas untuk meliput kasus tersebut. Yedi saat itu sering meliput sidang-sidang kasus santet di Kejaksaan Ciamis, atau nongkrong mencari info baru ke pengacara korban santet, Aep SH, tak jauh dari kantor.

Sedangkan saya biasanya ke Polres Ciamis bersama wartawan Suara Publik sebelum ke Tribunjabar, Andri M. Dhani, untuk menemui AKBP Zainuri Lubis (Kapolres Ciamis waktu itu). Kami kadang dibawa Zainuri ke TKP pembunuhan di Parigi, Cimerak, Cijulang, Ciamis Selatan, jauh sebelum terpisah dari Ciamis dan masuk ke wilayah Pangandaran.

Kapolres yang job terakhirnya di Mabes Polri jadi Kaur Penum dengan pangkat terakhir Brigjen itu memang dekat dengan wartawan di Ciamis, terutama saya dan Andri. Tiap ada kejadian, beliau sering mengabari saya dan memberikan keterangan tanpa diminta. Kalau TKPnya jauh, seperti ketika ada kasus santet susulan dan penebangan hutan liar juga di Ciamis selatan, beliau mengajak kami ke tkp, menumpang di mobil dinasnya.

Dokpri
Dokpri

Selain kasus santet, saat saya bertugas di Ciamis, mencuat juga kasus sodetan Citanduy. Kasus ini menyita perhatian publik. Kang Endi Sungkono juga memberikan perhatian besar terhadap kasus yang melibatkan dua wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat tersebut. Buktinya, laporan saya soal sodetan, kerap jadi headline halaman daerah HU Pikiran Rakyat.

Karena gencarnya pemberitaan, Menteri Erna Witoelar  (kalau tak salah beliau Menteri Permukiman dan Pengembangan Wilayah) pernah datang ke Ciamis menggunakan pesawat ke  Bandar Udara Nusawiru, Cijulang, Ciamis. Saya, bersama Andri M Dhani dan wartawan Republika Edi, menyambut dan langsung mewawancai Menteri begitu turun dari pesawat di Cimerak.

Untuk melihat Citanduy yang akan disodet, saya juga pernah diajak tour oleh Procit (Projek Citanduy)  atau Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy yang kantornya di Kota Banjar, menyusuri Sungai Citanduy menggunakan perahu. Turut hadir juga wartawan Kompas, Media Indonesia, media lokal, dan beberapa kru TVRI.

Sodetan itu, karena warga selatan Ciamis menolak dan penolakannya diberitakan  secara gegap-gempita, akhirnya dibatalkan pemerintah pusat. Projek bernilai besar yang rencananya dari pinjaman luar negeri itu, dihentikan untuk selamanya.

Saya juga ingat, saat di Ciamis pernah memberitakan soal Empat Sekawan. Bukan grup lawak, tentu. Mereka adalah empat pejabat di lingkungan Pemkab Ciamis yang semula jadi orang dekat dan kepercayaan Bupati Ciamis H. Oma Sasmita (almarhum), tapi kemudian berencana mundur dari jabatannya. Mereka akan mundur karena tak sepaham dengan kebijakan Bupati Oma.

Berita yang saya kirimkan ke Kabar Priangan itu, sempat "best seller". Kabar Priangan berisi berita tersebut, habis tak tersisa di Ciamis. Saya yakin, Pemred Kabar Priangan waktu itu, Kang Wawan Djuwarna, masih ingat momen manis yang menyebabkan Kabar Priangan makin diperhitungkan di Priangan Timur.

Yang masih selalu dikenang, pejabat daerah di Ciamis, termasuk anggota DPRD, sangat hormat dan menghargai wartawan, terutama wartawan PR. Mereka pun selalu ingin diwawancarai. Orang bilang mewawancarai Bupati Oma itu susah, tapi tidak bagi saya. Beliau bisa dengan mudah saya temui.

Sudah menjadi rahasia umum, pejabat tertentu di manapun, sering memberikan akomodasi kepada wartawan. Di Ciamis juga berlaku. Saya, terus terang kerap menerima akomodasi tersebut sepanjang tidak akan mempengaruhi isi berita. Namun kalau akan mempengaruhi berita, jelas saya tolak mentah-mentah.

Bupati Oma, siapapun tahu di Ciamis, dekat dengan saya. Tapi saya selalu hati-hati, dalam urusan "amplop". Alhamdulilah, sikap saya itu ada manfaatnya. Setidaknya, saya tetap memberitakan "kehebohannya" termasuk soal Empat Sekawan dan dugaan penyelewengannya, ketika itu. (Bersambung)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun