SI Kabayan sedang minum kopi hitam Gunung Padang di teras rumah, ketika Sukatma datang menghampirinya. Sukatma adalah teman ngobrolnya bila ada perkara yang sedang ramai dibicarakan.
"Yan, menurut kamu, mendiang Akidi memang benar punya duit 2 Trilyun?" Sukatma langsung pada pokok soal begitu menghempaskan pantatnya yang tepos di teras rumah. Sukatma melihat gelas kopi di hadapan Kabayan. Aroma wanginya membuatnya ingin mencicipinya.
"Biasa kamu mah, Suk. Datang-datang bertanya soal yang berat. Mau kopi?" Si Kabayan seperti biasa menawari sahabatnya kopi. Tanpa menunggu diiyakan, Kabayan masuk ke rumah. Beberapa menit kemudian sudah datang lagi sambil membawa segelas kopi. "Kopi kiriman Si Cikal dari Cianjur," ujarnya.
Sukatma tersenyum senang. Kabayan, sahabatnya dari kecil itu memang selalu begitu. Ramah, murah hati alias berehan (Sunda). "Nuhun, terimakasih, Yan." Tanpa dipersilakan, kopi hitam itu segera dicicipinya sedikit sambil memejamkan matanya. Seger.
"Apa tadi, Suk? Akidi benar punya uang 2 trilyun?"
"Iya, Yan. Itu kan sekarang lagi ramai diberitakan televisi. Menurut Kabayan gimana? Yakin ada?"
Kabayan menyereput kopinya. Menghela napas.
"Ya, harapan uing (saya) mah benar, Suk. Ingat, Suk. Orang Indonesia keturunan Tiongkok mah pintar usaha. Coba saja lihat di pasar-pasar. Toko besar dan maju, umumnya milik mereka. Itu harus diakui. Nah kalau Pak Akidi memang benar pengusaha besar sejak puluhan tahun lalu, ya wajar kalau duitnya banyak hingga lebih dari dua trilyun rupiah."
"Dua trilyun itu gede, Yan. Pemerintah saja untuk mendapatkan uang sebesar itu, konon harus pinjam."
"Iya juga. Tapi siapa tahu dari hasil usahanya, Akidi memang bisa mengumpulkan duit banyak. Duit itu ia simpan selama bertahun-tahun dan beranak-pinak. Uang itu tidak digunakan untuk poya-poya, membeli itu-ini, membangun rumah mewah kemudian mengundang kru televise untuk memberitakannya. Ia hidup sederhana walau sebenarnya duitnya banyak," kata Kabayan.
"Jadi kamu yakin duit itu ada?"
"Yakin sih tidak, Cuma harapannya begitu, agar  masyarakat yang kini sedang butuh bantuan, bisa bernapas lega. Apalagi jika kita juga kebagian, Lumayan, kan, beban pemerintah sedikit ringan dengan adanya bantuan itu."
"Jadi, gimana atuh Yan?
"Ya kita lihat saja hingga beberapa hari ke depan, Kat. Kalau memang duitnya ada, pasti akan segera diserahkan ke pejabat di sana. Kalau tidak, ya terpaksa, keluarga mendiang Akidi harus berurusan dengan hukum."
"Iya, iya..."
"Ayo habiskan kopinya, Kat. Eh, Kat kamu tahu, kalau uang itu ada dan dalam pecahan sepuluh ribuan, diangkut ke kantor pejabat yang akan menerimanya harus menggunakan berapa truk?"
"Ah Kabayan mah ada-ada saja," Sukatman tersenyum.
"Apapun Kat, uing mah berharap, persoalan Akidi itu tidak membuat suasana panas dan dikaitkan dengan keturunan segala. Indonesia harus adem ayem dalam suasana sulit seperti sekarang."***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H