Mohon tunggu...
Aam Permana S
Aam Permana S Mohon Tunggu... Freelancer - ihtiar tetap eksis

Mengalir, semuanya mengalir saja; patanjala

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengabdi dengan Sapu

11 Juli 2020   13:51 Diperbarui: 11 Juli 2020   14:11 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sapu/ dok Aam Permana S

Sapu, ya, hanya sapu.  Menurut KUBI, sapu punya dua arti. Pertama, alat untuk menyapu (ada yang dibuat dari ijuk, lidi, sabut, dsb). Kedua, penghapus; apa saja yang dipakai untuk menghapus (membersihkan, menyeka, dsb).

Namun kendati “hanya” sapu, alat ini besar sekali artinya. Tapi jangan salah, sapu baru bisa berarti besar, jika ada yang menggerakkan untuk  menyapu atau membersihkan. Kalau terongok begitu saja di sudut rumah, kantor, atau tergantung di toko kelontongan, sapu belum berarti. Sapu baru berarti, jika ada yang menggerakkan dan membuat bersih halaman, benda, jalan, atau apa saja.

Begitulah. Sapu itu ibarat pisau – berarti jika ada darah di matanya!

Sapu juga bisa jadi alat untuk menunjukkan rasa cinta kepada negara

Di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, di tempat lahir penulis, ada bukti soal itu, dan yang membuktikannya,  adalah  empat-lima anggota pasukan kuning yang bertugas membersihkan jalan Cadas Pangeran.

Mereka, setiap pagi, ketika dingin masih menyergap dan matahari belum terasa panasnya, turun dari rumah masing-masing. Mengenakan seragam kuning-kuning dan tutup kepala (bisa topi bisa juga dudukuy), mereka berangkat ke jalan bersejarah yang telah mengangkat pamor satu Bupati Sumedang, Pangeran Kornel. Sebungkus atau satu wadah nasi, kadang mereka bawa juga, untuk makan siang.

Apa yang ditengteng mereka? Sapu. Ya sapu. Memang ada yang membawa cangkul atau sabit. Namun umumnya, sapulah yang mereka bawa.

Mereka tidak pernah menepuk dada sendiri. Maksudnya tidak menyombongkan diri  memiliki jasa besar, bahwa tanpa mereka, Jalan Cadas Pangeran akan kotor oleh sampah.

Tidak.

Mereka, seperti pernah disampaikan kepada penulis dalam suatu kesempatan, menggerakkan sapu membersihkan sampah plastik, bekas air mineral, kertas bekas bungks yang dibuang begitu saja oleh pengendara kendaraan yang lewat Jalan Cadas Pangeran, hanya karena menjalankan kewajiban. Kewajiban sebagai pegawai honorer atau tenaga lepas di Dinas Kebersihan saja.

Selebihnya ya agar mereka rutin menerima honor bulanan dari pemerintah –yang jumlahnya tidak seberapa.

Sedikit tentang honor mereka, mungkin (disebut mungkin karena soal ini belum sempat penulis tanyakan), tergantung dari ayunan sapu tiap hari.  Bila suatu hari sakit atau mendadak ada urusan, boleh jadi penghasilannya berkurang.

Berkarya

Namun walau mereka tidak menyombongkan diri punya jasa besar, bagi penulis, mereka sejatinya memiliki jasa besar bagi negara, setidaknya bagi Sumedang.

Sapu yang mereka gerakkan bisa membuat wajah Sumedang di satu titik di jalan raya sebelah barat Kota Sumedang,  jadi bersih. 

Jalan Cadas Pangeran, jadi sedap dipandang. Jalan Cadas Pangeran jadi seperti gadis manis yang memesona bagi perjaka, atau sebaliknya, seperti perjaka yang memikat gadis.

Tanpa mereka, wajah Jalan Cadas Pangeran mungkin akan lain.

Bagi penulis, mereka inspiratif, bahwa mengabdi dan berkarya bagi negara, tidak perlu harus jadi ASN dulu, misalnya.  Hanya dengan memegang sapu dan berbaju kuning pun, mengabdi kepada negara bisa dilakukan.

Jempol untuk mereka.

Terakhir, teruslah mengabdi wahai para penjaga kebersihan, jangan berhenti.

Teruslah, walau kalian tidak pernah dilirik oleh pejabat, ketika mereka melewati jalan bersejarah tersebut dengan kendaraan dinasnya.

Ya, karena kendaraan yang ditumpangi pejabat itu,  selalu melaju kencang mengikuti voorijder.  Pejabatnya sendiri, dalam kendaraannya, barangkali asyik dengan gadgetnya.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun