Wajar dan itu sah-sah saja. Itu artinya, para calkades serius, tidak asal-asalan jadi kontestan.
Perlu diketahui, para calkades, saat corona semakin menyebar, sebenarnya tidak berharap pilkades ditunda. Pilkades tetap digelar.
Pertimbangannya, selain alasan di atas, Â juga karena tahapan pilkades tinggal beberapa lagi dan sudah ada di depan mata.
Agar pilkades tetap sesuai jadwal, para calkades sejauh diketahui, umumnya rela bila tahapan kampanye yang biasanya harus mengumpulkan masa, ditiadakan. Toh, para calkades sudah melakukan sosialisasi kepada warga, selama berbulan-bulan.
Namun apa dikata, pemerintah, dengan tanpa terlebih dahulu melakukan diskusi dengan panitia pemilihan desa apalagi perwakikan calon, memutuskan untuk menunda tahapan pildes yang sudah ada di depan mata.
Kecewa? Â Ya, tentu saja para calkades kecewa. Namun demikian, tidak dipungkiri ada juga yang senang atau bahkan gembira, dengan alasan tertentu.
Yang kecewa, tentu bukan hanya para calon saja. Tetapi juga panitia desa, karena mereka pun ingin segera menuntaskan atau menyelesaikan tugasnya dengan "sukses tanpa ekses".
Kini, setelah Indonesia mulai menerapkan strategi hidup dan bermasyarakat yang disebut new normal, Â para calkades memiliki kegairahan lagi. Mereka berharap pilkades bisa secepatnya digelar.
Sejauh diketahui, saat ini para calon mulai menanyakan kembali soal pilkades kepada pihak terkait di kecamata dan kabupaten.
Di antara mereka tak sedikit juga yang mendesak-desak pemerintah daerah untuk segera menggelar pilkades.
Para calkades meminta pilkades digelar dengan menerapkan protokol kesehatan dan ketentuan-ketentuan tertentu untuk keamanan bersama.