Mohon tunggu...
Aam Permana S
Aam Permana S Mohon Tunggu... Freelancer - ihtiar tetap eksis

Mengalir, semuanya mengalir saja; patanjala

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Puasaku, Anak Kecil dan Kopi Hitam

6 Mei 2019   08:54 Diperbarui: 6 Mei 2019   08:59 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
jabar.tribunnews.com 

JANGAN kalah oleh anak kecil! Ya, begitulah tekad penulis dalam bulan Ramadhan 2019 sekarang. Kalau kalah lagi, penulis harus membungkuk hormat kepada anak-anak kecil yang selalu sabar menjalani puasa, walau tak sedikit yang menjalaninya dengan keterpaksaan, karena iming-iming baju lebaran dari orang tuanya.

Betapa tidak.

Dalam empat tahun terakhir hingga 2018, penulis  bekerja di stasiun televisi milik pemerintah di Kota Bandung, Jawa Barat. Mula-mula sebagai orang lapangan, tapi kemudian masuk sebagai staf redaksi hingga akhirnya jadi produser sebuah program berita.

Setiap masuk bulan Ramadhan, penulis selalu bertekad bisa menjalaninya dengan sempurna, di lingkungan kerja. Selain bertekad menahan lapar dan menjaga mata serta hati, solat juga bisa dijalani dengan sempurna.

Namun kenyataannya, penulis tidak bisa menjalaninya.

Baru masuk hari kedua puasa saja, penulis biasanya sudah bocor karena tak kuat menahan godaan kopi hitam yang wangi dan menyegarkan. Rekan penulis yang sejak awal tidak puasa, biasanya tetap menyeduh kopi sambil merokok di sebuah ruangan belakang, tempat berkumpul.

Kebiasaan rekan kantor tersebut, terus terang, menggoyahkan tekad penulis untuk menjalani puasa dengan embel-embel sempurna.

Setelah menyeruput kopi hitam, kami juga biasanya memasak mi instan yang sengaja disediakan rekan kerja, diam-diam.

Menyedihkannya, hal itu berlangsung terus-menerus.

Menyedihkannya lagi, ketika pulang ke rumah, penulis biasanya pura-pura lesu, lelah, dan lemah serta (ini yang konyol), mengaku masih puasa kepada istri yang setia menyiapkan masakan dan makanan untuk berbuka.

Dan menurut catatan, penulis gagal menjalani puasa sempurna tersebut, sejak tahun 2014, hingga Ramadhan 2018 kemarin.

Ketololan penulis tersebut, berbanding terbalik dengan anak-anak kecil di sekitar rumah. Mereka, termasuk yang masih berumur enam tahun,  dengan gigih belajar puasa, baik hanya sampai Duhur, maupun hingga Magrib.

Anak-anak itu, biasanya kelihatan sangat lapar, dahaga, hingga tubuhnya lemah. Tetapi mereka tetap menjalaninya. Hal itu, pernah penulis alami juga ketika masih kanak-kanak dulu!

Kini, setelah tidak bekerja lagi di stasiun televisi tersebut, penulis sudah memasang target yang mudah-mudahan tercapai: tidak kalah oleh anak-anak kecil, bisa menjalani puasa dengan sempurna. Bisa menahan lapar dan haus, serta menjaga hati dan pikiran dari berbagai hal yang bisa membatalkan puasa!

Kalau gagal lagi, penulis berjanji akan membungkuk hormat kepada anak-anak kecil itu. Penulis akan belajar lagi melatih kesabaran menjalani puasa seperti yang pernah diajarkan orang tua, serta guru ngaji penulis, ketika masih kecil dulu!***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun