Mohon tunggu...
Aam Permana S
Aam Permana S Mohon Tunggu... Freelancer - ihtiar tetap eksis

Mengalir, semuanya mengalir saja; patanjala

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tradisi Balap Kuda di Sumedang

5 Mei 2019   07:49 Diperbarui: 5 Mei 2019   07:54 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak akhir 2017, di Kec. Tanjungsari, Sumedang, Jawa Barat, kembali berdiri arena untuk kuda adu lari. Pacuan kuda tersebut berada di Dusun Cikandang Desa Raharja, di bekas perkebunan warga.

Dengan berdirinya pacuan kuda tersebut, warga Tanjungsari serta Pamulihan dan sekitarnya yang menyukai olahraga balap kuda, bisa kembali menonton para joki mengendalikan kudanya, untuk menjadi yang tercepat, bila kebetulan ada even balap kuda.

Pacuan Kuda Raharja adalah pacuan kuda milik Pemprov Jabar, yang dibangun untuk mengganti Pacuan Kuda Arcamanik yang sudah berubah jadi sarana olahraga modern. Karena milik Pemprov, bisa dipastikan, event balap kuda yang digelar di pacuan kuda ini, akan selalu even besar, tingkat Jawa Barat bahkan nasional.

Pacuan kuda yang  berdiri di atas lahan tidak kurang dari 12 hektar ini, kini memang belum sempurna. Tribun buat penonton, misalnya belum dibangun. Demikian pula istal untuk menyimpan atau mengurus kuda balap.

Namun demikian, arena pacuan kuda yang tanahnya disediakan oleh pengusaha tanah di Kecamatan Pamulihan bernama Danu ini, menyimpan potensi besar untuk jadi pacuan kuda menarik. Lokasinya yang berada di kawasan perkebunan dan pemandangan menawan, terutama pemandangan Gunung Geulis di sebelah selatan pacuan, adalah salahsatu alasannya.

Terlepas dari hal itu, keberadaan pacuan kuda baru tersebut sepertinya menjadi"penyambung" atau pelestari tradisi balap kuda di Sumedang yang muncul sejak jaman baheula, dan pernah populer di jaman Pangeran Aria Soeria Atmadja atau Pangeran Mekah. 

Pangeran ini adalah putra Pengeran Suria Kusumah Adinata (Pangeran Sugih) yang memerintah Sumedang dari Januari 1883, hingga menjelang pensiun 1919.

Bahwa balap kuda pernah populer di Sumedang, disampaikan Bah Aka (82), seniman dan pengelola sebuah sanggar budaya di kawasan Cijambu, Kecamatan Tanjungsari, Sumedang. 

Menurut Bah Aka, di Sumedang, setidaknya ada dua pacuan kuda yang menjadi saksi bisu populer dan digemarinya balap kuda. Pacuan itu berada di Tanjungsari dan Dano, Kota Sumedang.

Ia bercerita, ketika di Pacuan Kuda Tanjungsari atau Pacuan Kuda di Kota Sumedang digelar acara balap kuda, penonton selalu membeludak.

"Di Pacuan Kuda Tanjungsari, umpamanya, ketika ada balap kuda, biasanya tiap Agustus, penonton dari sejumlah daerah berdatangan untuk menonton. Ini membuat arena di sekitar jalan untuk kuda berpacu penuh sesak, termasuk kebun milik warga," katanya.

Hal sama, terjadi juga di Kampung Pacuan Kuda Heubeul di kawasan Anggrek, sebelum pindah ka kawasan Dano. Penonton di pacuan kuda ini, konon, lebih heboh lagi, karena kuda yang ikut lomba, biasanya kuda terpilih dari berbagai daerah di Jawa Barat, bahkan luar Jawa Barat.

Bah Aka mengaku, ketika remaja, pernah beberapa kali  menyaksikan balap kuda di Kampung Pacuan Kuda Heubeul di kawasan Anggrek, pada tahun enam puluhan. "Saking banyaknya warga yang menonton, mencari tempat yang bagus untuk menonton pun susah," kenangnya.

Semua itu terjadi,  sebelum tahun 1990-an. Sementara dari tahun 1990-an ke sini, popularitas balap kuda di Sumedang mulai menurun. "Penyebabnya, karena pemerintah mulai jarang menggelar acara balap kuda," kata Bah Aka. Namun demikian, bukan berarti peminatnya tidak ada.

Khusus di Tanjungsari, arena pacuan kudanya yang sebenarnya bersejarah, sejak tahun dua rebuan, sudah tidak bisa digunakan lagi untuk pacuan kuda.

Penyebabnya, di areal pacuannya sudah berdiri rumah warga. Bahkan rumah-rumah itu, tak sedikit yang berada persis di tepi arena pacu. "Praktis, sejak tahun dua rebuan, apalagi sekarang, di lapang itu tidak pernah ada lagi balap kuda," kata Bah Aka.

Untunglah, kata dia, Pemprov Jabar memindahkan Pacuan Kuda Arcamanik, Kota Bandung, ke kawasan Tanjungsari sekitar dua tahun lalu. Dengan demikian, tradisi balap kuda di Tanjungsari dan Sumedang bisa terawat dan lestari. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun