Apapun, yang terjadi di tubuh Persib Bandung sekarang, adalah gambaran dari kepanikan. Dalam situasi panik, hati selalu mudah panas, dugaan-dugaan yang tidak tentu benar dan kuat dasarnya pun mudah terlontar.
Ribut-ribut bahwa Haji Supardi Nasir terlibat pengaturan skor saat Persib berhadapan dengan PSMS Medan yang berbuntut "disimpannya" Supardi dan beberapa pemain lain pun, penulis rasa, satu bukti dari adanya kepanikan tersebut.
Gara-gara Supardi Nasir saat bermain lawan PSMS terlihat tak bergairah, dia disangka terlibat pengaturan skor. Padahal kalau mau jujur, hampir semua pemain, dalam pertandingan itu kurang bergairah.
Sama halnya ketika Persib meladeni pribumi PSIS Semarang yang berakhir pedih, 0-3! Â Saat itu, karena tidak ada Supardi Nasir, Patrich Wanggai dan Idrus, Persib kehilangan greget. Semua lini, terlihat lemah, tak ada darah.
Apa itu berarti semua pemain Persib yang main dalam laga melawan PSIS terlibat pengaturan skor? Â Penulis rasa tidak. Yang jelas, karena tidak ada Supardi, Idrus dan Patrich Wanggai, Persib kehilangan warna dan kehilangan ciri khasnya.
Kepanikan yang terjadi di tubuh Persib itu, menurut informasi diterima penulis dari beberapa pemain, setelah Persib kalah dalam sejumlah pertandingan dan target meraih poin tidak tercapai. Tim pelatih, disebutkan sering menyalahkan pemain.
Puncaknya setelah Persib dikalahkan PSMS Medan yang di atas kertas, bisa dikalahkan.
Saat itu, tidak jelas dari mana sumbernya, beberapa pemain termasuk Supardi Nasir, disangka terlibat pengaturan skor oleh tim pelatih Persib Bandung.
Dituduh seperti itu, Supardi dan kawan-kawan bereaksi. Wajar, karena mereka tidak pernah melakukannya. Seorang teman pemain mengatakan, gara-gara tuduhan itu, seorang pemain nyaris tidak bisa menahan emosinya kepada tim pelatih. Untungnya, tindakan itu tidak sampai terjadi.
Buntut dari peristiwa itu, Supardi dan kawan-kawan tidak masuk daftar pemain yang dibawa ke Semarang. Padahal semua tahu, Supardi dan kawan-kawan tidak cedera dan tidak menerima kartu yang menyebabkan dia tidak main. Semua juga tahu Supardi, Idrus dan Wanggai diperlukan sekali oleh tim yang tengah membutuhkan poin.
Kejadian itu, tak pelak mempengaruhi para pemain yang harus berlaga lawan PSIS Semarang. Seorang rekan menyebutkan, ketika mereka tiba di Yogjakarta dan disambut bobotoh, ada beberapa pemain yang menangis. Intinya, karena tidak menyangka Persib menghadapi persoalan seperti itu.
Dari televisi kita tahu, Persib terlihat lesu saat berhadapan dengan PSIS. Pertahanan Persib rapuh, serangan pun tidak mengalir seperti biasa. Alih-alih ingin mendapat poin, Persib malah kebobolan sampai tiga kali.
Setelah tahu kejadian yang melatarbelakanginya ketika masih di Bandung, semuanya jadi wajar. Ya, karena para pemain menghadapi persoalan psikis yang dahsyat sejak masih dari Bandung.
Haji Umuh Muhtar, sebenarnya sempat mengumpulkan beberapa pemain lokal untuk membangkitkan semangat mereka dan membebaskan diri dari persoalan yang terjadi di tim.
Sayang, upaya itu gagal.
Terus terang, penulis menyesalkan hal itu terjadi di tubuh Persib Bandung, termasuk munculnya dugaan berlebihan akibat kepanikan tersebut.
Kini penulis khawatir, kondisi itu akan terus berlanjut. Kalau itu terjadi, pesimisnya bobotoh Persib akan bisa memenangkan tiga laga sisa, akan terjadi. Padahal, tiga laga sisa itu  bisa saja menyebabkan Persib juara, jika berhasil dimenangkan. Keajaiban itu selalu ada, di manapun!
Benar, sepertinya manajemen, tim pelatih dan pemain, kini harus secepatnya bertemu, bermusyawarah dan menyelesaikan persoalan itu bersama-sama. Memalukan, jika kisruh akibat kepanikan itu terus terjadi!***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H