Mohon tunggu...
Aam Permana S
Aam Permana S Mohon Tunggu... Freelancer - ihtiar tetap eksis

Mengalir, semuanya mengalir saja; patanjala

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menimbang Upaya Banding Pengacara Penganiaya Suporter Persija

14 November 2018   16:31 Diperbarui: 14 November 2018   16:33 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tim kuasa hukum anak pelaku pengeroyokan seorang suporter Persija Jakarta Haringga Sirla resmi ajukan banding atas putusan hakim, ke Pengadilan Negeri (PN) kelas 1 A Bandung.

Menurut Dadang Sukmajaya, Tim Pengacara pelaku pengeroyokan, putusan hakim terhadap pelaku pengeroyokan yang masih berusia anak, dinilai mengabaikan Pasal 60 ayat 3 dan 4, Sistem Peradilan Pidana Anak.

Apalagi karena berdasarkan fakta di persidangan, pelaku anak hanya memukul sekali, menendang dan menginjak, serta hanya ikut-ikutan karena terbawa emosi massa.

Selain mengabaikan pasal tadi, hakim juga dinilai mengabaikan rekomendasi Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung yang dikeluarkan setelah melakukan penelitian.

Adapun rekomendasinya, untuk anak SH, TD, AF dibina di masjid dan mengikuti salat berjamaah magrib dan isya, harus bersih-bersih di masjid setiap minggu selama enam bulan, dan diawasi Ketua DKM, serta anak tetap harus melanjutkan sekolah.

Sementara untuk anak AAP, Bapas merekomendasikan agar dimasukan ke panti sosial rehabilitasi anak berhadapan dengan hukum di Cileungsi, Bogor.

Atas hal itu, Dadang kemudian mengajukan banding untuk empat pelaku anak, yakni  SH (17), AAP (15), TD (17), dan AF (16). Akta banding untuk AF nomor : 04/Akta. Pid-Anak/2018/ PN Bandung tertanggal 12 November 2018.

Banyak yang setuju dengan upaya banding tersebut, terutama pihak keluarga tersangka dan para bobotoh. Mereka setuju karena yang yang dihukum adalah anak-anak di bawah umur yang masih memiliki masa depan.

Namun menurut penulis, upaya itu sebenarnya tidak perlu. Dalam pandangan penulis, hakim sebenarnya sudah memberikan keringanan ideal sesuai peraturan, yakni memberikan hukuman setengah atau kurang dari hukuman untuk orang dewasa.

Artinya hakim tidak mengabaikan Pasal 60 ayat 3 dan 4, Sistem Peradilan Pidana Anak yang di antaranya menyebutkan bahwa anak-anak tidak perlu dihukum pidana dan hukuman penjara.

Pengacara boleh saja beralasan bahwa fakta di persidangan, pelaku anak hanya memukul sekali, menendang dan menginjak, serta hanya ikut-ikutan karena terbawa emosi massa.

Tapi dalam kenyataannya, bisa saja pukulan, tendangan dan injakan yang satu kali itulah yang menyebabkan Haringga Sirla meninggal dunia.

Di sisi lain, hakim pun pasti mempertimbangkan perasaan orang tua korban, jika pelaku penganiaya anaknya dibebaskan dari hukuman pidana -- walau hakim jangan terbawa perasaan saat memutuskan sesuatu!

Karena itulah, upaya banding itu sepertinya akan sia-sia, tak akan membuang hasil. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun