Mohon tunggu...
Aam Permana S
Aam Permana S Mohon Tunggu... Freelancer - ihtiar tetap eksis

Mengalir, semuanya mengalir saja; patanjala

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Televisi dan Panggung Pilpres

13 Agustus 2018   14:46 Diperbarui: 13 Agustus 2018   15:02 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika saja media penyiaran khususnya televisi di Indonesia dalam ajang Pemilihan Presiden 2019 yang dimulai sekarang tidak netral, pasangan Calon Presiden Prabowo-Sandi, dipastikan  akan "kelimpungan" dalam pemberitaan. Tak mustahil, pemberitaannya, sosialisasinya, tak akan sehebat  Joko Widodo-Ma'ruf Amien.

Sekarang saja, ketika pasangan Prabowo-Sandi mendaftar ke KPU, sejumlah televisi di negeri ini, sudah memberikan porsi berbeda dengan yang diberikan kepada Joko Widodo-Ma'ruf Amien. Selain porsinya beda, dalam talkshow politik yang diselenggarakannya pun, televisi tersebut  sudah  jelas sikap dan arahnya,  yang cenderung  mengecilkan pasangan Prabowo-Sandi.

Bisa jadi, jika tidak ada kesadaran dari manajemen televisi bersangkutan tentang netralitas yang harus dijunjung, hal itu akan berlangsung di sepanjang perhelatan akbar demokrasi mendatang. Itu artinya, warga di seluruh Indonesia pendukung Prabowo-Sandi, harus siap-siap dengan kenyataan, pemberitaan jagoannya, tidak sedahsyat pemberitaan Joko Widodo-Ma'ruf Amien.

Penulis sebenarnya berharap, perkiraan tersebut salah.  Namun bila melihat bagaimana kiprah media bersangkutan  dalam Pilpres 2014 dan Pilgub DKI Jakarta yang memenangkan Anies-Sandi, rasa-rasanya harapan itu akan membentur tembok -- kendati lembaga yang berwenang menegur dan mengingatkan media, berkoar tentang pentingnya netralitas.

Salahkah media bersangkutan? Menurut hemat penulis, mereka tidak salah. Orang yang bergerak atau bekerja di media  adalah warga negara yang sejatinya memiliki hak menentukan pilihan , menyampaikan pendapat atau mendukung calon tertentu, bahkan memenangkannya. Artinya, tak ada larangan bagi mereka untuk  bersikap tidak netral dalam pilpres saat ini.

Apalagi karena tujuan pemilik media mendirikan dan membesarkan media di era terakhir mulai bergeser. Dulu, sejauh diketahui penulis, tujuan utama mendirikan media,  murni berbekal idealisme untuk menciptakan perubahan di masyarakat,  selain untuk bisnis agar bisa menghidupi orang yang ikut bekerja di media bersangkutan.  Sementara kini, ada beberapa yang sengaja mendirikan media untuk tujuan politik, menaikkan daya tawar di pemerintahan, atau bahkan melanggengkan kekuasannya.

Akan tetapi, kendati bisa dibenarkan dan sah-sah saja, menurut hemat penulis,  alangkah eloknya jika media  bersangkutan  tidak abai begitu saja terhadap peraturan tentang netralitas media. Minimal terhadap Undang-Undang nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pada Pasal 36 butir 4 yang menyatakan bahwa isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.

Selama ini, pekerja media termasuk yang diketahui simpatisan pasangan calon presiden tertentu, kerap berteriak agar semua orang, siapapun itu, selalu berpegang teguh pada undang-undang yang berlaku di negara ini.  Mereka bahkan kerap meminta pendapat para ahli agar teriakannya lebih valid, bisa dipertanggungjawabkan.

Dengan demikian, alangkah kerdilnya jiwa mereka, jika dalam urusan pilpres,  pura-pura tidak tahu dan tidak hapal soal undang-undang penyiaran yang seharusnya mereka pegang teguh.

Penulis khawatir, sikap media partisipan yang jelas-jelas tidak adil bagi publik, berbahaya bagi NKRI yang kita cintai. Penulis khawatir, ketidakadilan media tersebut bisa menyulut emosi publik dan menjadi bibit perselisihan berat di negara ini. Padahal, media dan kita  harus bersama-sama menjaga hati agar negera tetap kondusif.

Alangkah eloknya,  televisi--dan juga media lainnya, lebih mementingkan kepentingan publik sebanyak-banyaknya, bukan kepentingan pribadi atau golongannya semata dalam Pilpres 2019 yang sekarang genderangnya sudah ditalu.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun