Mohon tunggu...
Aam Permana S
Aam Permana S Mohon Tunggu... Freelancer - ihtiar tetap eksis

Mengalir, semuanya mengalir saja; patanjala

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

TVRI dan Kekeliruan Penafsiran

25 Mei 2018   06:32 Diperbarui: 25 Mei 2018   07:51 1093
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: tvri.co.id

Saya cukup kaget setelah mempublish tulisan "TVRI Belum Memanusiakan Pekerjanya," di Kompasiana Rabu (23/5). 

Pertama, saya kaget, karena tulisan tersebut ternyata menimbulkan kehebohan yang tidak sejalan dengan aspirasi atau pesan utama yang ingin saya sampaikan.

Kedua, saya kaget,  karena setelah mempelajari sejumlah permasalahan yang diutarakan dalam tulisan tersebut, saya melakukan kesalahan penafsiran yang tidak sejalan dengan sistem yang ada di TVRI khususnya TVRI Jawa Barat.

Kekeliruan yang saya lakukan tersebut antara lain soal upah tenaga kontrak yang harus merunut aturan Dinas Tenaga Kerja setempat. Padahal, TVRI, berdasarkan hasil diskusi dengan sejumlah pihak, "bukan perusahaan atau pabrik sepatu."

Pemahaman yang juga keliru adalah soal BPJS dan THR tenaga kontrak, freelance termasuk kontributor. BPJS ternyata harus ditanggung  bersama oleh TVRI dan pegawai atau tenaga kontrak, atau idak seluruhnya ditanggung TVRI. Sementara freelance termasuk kontributor, untuk sementara belum bisa diperjuangkan mendapatkan BPJS karena penghasilannya tidak tetap.

Setelah saya pelajari, berdasarkan peraturan yang ada di TVRI, THR bagai tenaga kontrak tidak harus merujuk aturan dari Kementrian Tenaga Kerja. Apalagi karena TVRI tidak bisa menggunakan APBN untuk keperluan THR.

Itulah yang membuat saya kaget usai mempublish tulisan tersebut. 

Banyak yang kemudian bertanya, apa sebenarnya yang menjadi latarbelakang saya mempublish tulisan yang sebagian di antaranya ada kesalahan tafsir tersebut. 

Menjawab pertanyaan itu, terus-terang, tak terbersit sedikit pun dalam benak saya untuk memojokkan Direksi TVRI yang saat ini sedang terus membenahi manajemen TVRI, di bawah kepemimpinan Bapak Helmy Yahya.  Saya juga tidak bermaksud memojokkan manajemen TVRI Jawa Barat.

Saya menulis, murni karena berharap bekerja di TVRI yang saya cintai ini bisa nyaman. Dan nyaman itu adalah dengan adanya penghasilan yang layak. 

 Ada yang berkomentar, kalau memang tidak berkenan dengan pendapatan di TVRI, kenapa tidak keluar saja? Mungkin benar. Tapi saya sudah cinta dan senang bekerja untuk TVRI. Saya pun masih ingin terus melakukan sesuatu untuk TVRI Jawa Barat, dengan keterbatasan yang saya miliki. Kalaupun keluhkesah saya tidak sejalan dengan sistem yang ada di TVRI termasuk dalam penggajihan, itu murni karena saya tidak tahu. Saya tidak akan menuntut kalau memang sistemnya sudah seperti itu.

Tak ada gading yang tak retak. Pun dengan saya. Sebagai manusia saya berbalur kesalahan. Sangat boleh jadi Direksi yang saat ini sedang membenahi layar dan yang lainnya, tersinggung dengan tulisan saya. 

 Atas hal itu, dengan kasadaran sendiri, saya mohon maaf yang sebesar-besarya terutama kepada Bapak Helmy Yahya dan jajaran direksi lainnya, serta kepada Kepala LPP TVRI Jawa barat Bapak Asep Suhendar dan seluruh jajaran manajemennya.

Agustus 2017 lalu, dalam HUT TVRI ke 55, saya sempat ikut Lomba Menulis Surat Cinta untuk TVRI yang ternyata menjadi Pemenang Kedua di Katagori Berita. Seperti tulisan itu, tulisan yang saya publish di Kompasiana juga, merupakan wujud cinta saya kepada TVRI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun