Mohon tunggu...
Leonardo Wibawa Permana
Leonardo Wibawa Permana Mohon Tunggu... Dokter - Dokter, Dosen, Trainer Manajemen dan Akreditasi Rumah Sakit dan Fasyankes Lainnya, Narasumber Seminar, Penulis.

dokter

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Catatan Cinta Paulus bagi Korintus (7) : Apa yang Dipersatukan Allah Janganlah

5 November 2024   18:15 Diperbarui: 11 November 2024   06:52 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pexels.com/@glauber-torquato

Selanjutnya, Paulus menegaskan untuk Orang-orang Kristen, "Kepada orang-orang yang telah kawin aku--tidak, bukan aku, tetapi Tuhan--perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya. Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya" (1 Kor 7:10-11). 

Tentu saja hal ini berdasar pada Ajaran Tuhan, "Maka datanglah orang-orang Farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepadaNya: 'Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya ?' Tetapi jawabNya kepada mereka: 'Apa perintah Musa kepada kamu?' Jawab mereka: 'Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai.' Lalu kata Yesus kepada mereka: 'Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu. 

Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. 

Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.' Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal itu. Lalu kataNya kepada mereka: 'Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah'" (Mrk 10:2-12).

Bagaimana dengan pasangan suami istri yang salah satunya bukan Kristen ? Walaupun larangan Tuhan Yesus terhadap perceraian tidak ditujukan kepada mereka, namun Paulus memperluas prinsip tidak terpisahkan itu bagi mereka juga, asalkan ada 'kedamaian dan pengudusan bersama dalam perkawinan tersebut, "Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia. 

Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu. 

Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus. Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari tidak terikat. 

Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera. Sebab bagaimanakah engkau mengetahui, hai isteri, apakah engkau tidak akan menyelamatkan suamimu? Atau bagaimanakah engkau mengetahui, hai suami, apakah engkau tidak akan menyelamatkan isterimu ?" (1 Kor 7:12-16).

Berikutnya, bagi Paulus, yang terpenting adalah "hendaklah tiap-tiap orang tetap hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan baginya dan dalam keadaan seperti waktu ia dipanggil Allah. 

Inilah ketetapan yang kuberikan kepada semua jemaat" (1 Kor 7:17). Menurut Paulus, seluruh keberadaan baru yang dibukakan oleh panggilan Tuhan jauh lebih penting daripada berbagai keadaan manusia yang berbeda-beda. Ia menulis, "Kalau seorang dipanggil dalam keadaan bersunat, janganlah ia berusaha meniadakan tanda-tanda sunat itu. 

Dan kalau seorang dipanggil dalam keadaan tidak bersunat, janganlah ia mau bersunat. Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak penting. Yang penting ialah mentaati hukum-hukum Allah. Baiklah tiap-tiap orang tinggal dalam keadaan, seperti waktu ia dipanggil Allah. Adakah engkau hamba waktu engkau dipanggil ? Itu tidak apa-apa !" (1 Kor 7:18-21a).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun