indulgensi atau yang lebih dikenal dengan 'surat aflat', untuk pengampunan dosa, dan Martin Luther, seorang Biarawan Katolik dari Ordo Agustinian memprotes keras praktik itu.
Beredar pandangan di antara sejumlah orang, hingga saat ini, bahwa di sekitar abad 14-16 terjadi jual beli suratNamun, apakah benar telah terjadi jual beli rahmat dalam indulgensi ? Tidak !!! Sebab indulgensi tidak diberikan agar dosa-dosa diampuni, tetapi sebaliknya, dosa-dosa itu harus diakui dan disesali terlebih dahulu dalam Sakramen Rekonsiliasi, dan ketika dosa-dosa itu sudah diampuni, orang yang bersangkutan dapat memperoleh indulgensi, jika syarat-syarat lainnya dipenuhi.
Lantas mengapa terjadi kesalahpahaman besar sebagai salah satu alasan munculnya Prostestantisme ? Kita kilas balik sejarah Gereja Kudus. Memang waktu itu Gereja sedang membangun Basilika Santo Petrus di Roma.Â
Paus Leo X (1513-1521) memberikan indulgensi kepada Para Donatur Basilika Santo Petrus, tetapi pertama-tama bukan karena mereka memberi uang, melainkan karena mereka beramal kasih, mendukung Umat agar memiliki gedung Gereja untuk menyembah dan memuliakan Tuhan.Â
Dan, untuk memperoleh indulgensi tersebut, siapapun harus memenuhi syarat lainnya : menerima Sakramen Rekonsiliasi, menerima Komuni Kudus, mendaraskan doa tertentu, berpuasa, bermatigara, memberi sedekah, dan lain-lain, yang tentu harus dilakukan dengan sikap hati yang benar.
Masalah mulai muncul ketika Johann Tetzel, seorang pengkhotbah Dominikan, berkhotbah di Juterbog, Jerman, dekat kota tempat tinggal Luther, Wittenberg.
Pada waktu itu, di musim semi 1517, Tetzel, dengan kebijakannya sendiri menyebarkan suatu kalimat, "Begitu koin emas berdentang di kotak persembahan, sesosok jiwa terangkat menuju Surga."Â
Kalimat inilah yang membuat Luther 'naik pitam' karena jelas sangat bertentangan dengan Ajaran Iman Kristen Katolik, seakan-akan koin emas atau uang persembahan otomatis menyelamatkan jiwa !
Namun, sejarah mencatat, Luther 'kurang periksa', menganggap itu adalah kebijakan Bapa Suci dan Gereja. Kemudian Luther menyebarkan 95 dalilnya.Â
Pihak Hirarki mengupayakan berbagai dialog dengannya dan meminta Luther menarik semua dalilnya. Namun Luther bersikeras bahwa dia 'lebih banyak tahu' daripada Gereja.Â
Situasi diperburuk oleh dukungan dari sejumlah pemimpin negara Eropa yang 'berseberangan' dengan otoritas Gereja. Dan karena ada sejumlah besar 'heterodoks' atau kesesatan yang dimuat dalam 95 dalil itu, pada tahun 1521 Gereja Kudus mengekskomunikasikan Luther.Â