Samaria' (Yohanes 4:1-42), adalah sebuah kisah katekese yang sangat indah dan mengagumkan! Betapa tidak, katekese hanya berlangsung beberapa saat, dan hasilnya mencengangkan ! Perempuan Samaria dan sejumlah orang Samaria lainnya menjalani 'masa katekumenat' hanya beberapa jam saja sebelum akhirnya mereka percaya kepada Yesus! Sungguh suatu kisah yang sangat menakjubkan!
Sesungguhnya semua perikope dalam Injil adalah kisah katekese di mana Yesus mengajarkan Firman kepada orang-orang yang berada dekat denganNya, kepada mereka yang mendengarkan Dia. Dan, 'Percakapan dengan PerempuanPerikope yang panjang ini diawali dengan, "Ketika Tuhan Yesus mengetahui bahwa orang-orang Farisi telah mendengar bahwa 'pengikut yang percaya kepadaNya lebih banyak dari murid-murid Yohanes'", ini kesimpulan dari kalimat pada ayat 1 dan 2 Bab 4 Injil Yohanes, "Iapun meninggalkan Yudea dan kembali lagi ke Galilea" (Yoh 4:3). Pada saat itu Yesus sedang berkarya di Yudea. Dan Yerusalem, Kota Yahwe, tempat di mana Yesus akan menderita sengsara, disalibkan, dan kemudian menyerahkan nyawaNya berada di Yudea. Ada kesan kuat, Yesus mau 'melarikan diri sementara', menjauh dari Yudea di Selatan dan menyingkir ke Galilea, bagian Utara Tanah Israel. Â
Mengapa Yesus mau 'melarikan diri dan menyingkir' dari Tanah Yudea? Karena orang-orang Farisi, yang merasa terganggu dan terancam popularitas, pengaruh, bahkan kekuasaan keagamaannya karena Yesus, mengincar Orang Nazaret itu untuk membunuhNya! Apakah Yesus takut terhadap kematian? Tentu saja tidak karena untuk itulah Dia yang adalah Putra Allah sendiri datang ke dunia ini, lahir di Tanah Israel. Tetapi "SaatKu belum tiba" (Yoh 2:4) untuk itu! Masih 'terlalu pagi'! Masih banyak yang harus dikerjakanNya, masih banyak jiwa perlu mendengarkan dan menyaksikan perkataan, sabda, dan perbuatan-perbuatan ajaibNya! Karena itulah Yesus harus menyingkir lebih dulu.
Di antara Daerah Yudea dan Galilea terbentang Tanah Samaria sehingga Yesus harus melalui daerah kafir itu. Daerah kafir? Ya! Dalam perjalanan Sejarah Israel, nama Samaria begitu menarik sekaligus mungkin, maaf, menjijikkan bagi Bangsa Yahudi. Betapa tidak! Sejarah Tanah Israel menjadi saksi bisu bahwa Samaria adalah daerah Israel yang mengkhianati Yahwe. Pada awalnya, penduduk Samaria, sama seperti orang Israel umumnya, menyembah Yahwe, Allah Israel, walaupun Kenisah mereka bukan di Yerusalem tetapi di Gunung Gerizim. Pada saat Samaria diserbu dan dikuasai Raja Asyur dari Babilonia, sebagian penduduk Samaria, khususnya golongan menengah atas, dibawa ke Babilon dan orang Babilon yang kafir ditempatkan di Samaria sebagai gantinya. Orang-orang kafir yang berasal dari 5 kota di Babilon mendirikan 5 kuil untuk masing-masing dewa mereka di Tanah Samaria. Sisa penduduk Samaria yang bercampur baur dengan suku-suku kafir, akhirnya, entah tergoda atau terpaksa, berbalik dari Yahwe dan ikut menyembah dewa-dewa dalam 5 kuil itu.
Betapa kecewanya Yahwe! Untuk memberi peringatan kepada Samaria, Yahwe mengangkat Hosea, seorang Samaria, yang hidup 1700 tahun sebelum Yesus, menjadi nabi di sana. Yahwe berfirman kepada Hosea, "Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakkanlah anak-anak sundal karena negeri ini bersundal hebat dengan membelakangi Tuhan" (Hos 1:2) Maka Hosea mengawini Gomer, seorang perempuan sundal. Perilaku Gomer tidak berubah walaupun sudah bersuamikan Hosea, sama seperti orang-orang Samaria yang berzina dengan 5 dewa kafir. Tentu saja Hosea amat kecewa bahkan jengkel dengan perilaku istrinya yang tidak setia tetapi Hosea sungguh mencintainya, sama seperti Yahwe yang amat kecewa namun sekaligus amat mencintai Israel. Kehidupan Nabi Hosea dan Gomer dipakai Yahwe untuk menggambarkan ketidaksetiaan seorang istri yang melambangkan Bangsa Israel, terutama Samaria, kepada Suaminya yaitu Yahwe. Sekesal apapun Yahwe terhadap ketidaksetiaan Israel, Bangsa itu tetap di hatiNya!
Dan, di siang bolong, Yesus datang ke daerah yang dianggap tercemar itu. Injil menyatakan, "Hari kira-kira pukul dua belas" (Yoh 4:6). "Di situ terdapat sumur Yakub. Yesus  sangat letih oleh perjalanan, karena itu Ia duduk di pinggir sumur itu" (Yoh 4:6). Tampaknya bukan  kebetulan Yesus tinggal seorang diri di pinggir sumur itu karena agaknya Dia telah lebih dulu dengan sengaja menyuruh para muridNya pergi ke kota membeli makanan. Yesus tahu ada seorang perempuan Samaria yang juga pezina, seperti Gomer, Istri Hosea, akan datang ke sumur itu. Biasanya Kaum Perempuan mengambil air di pagi hari, di saat matahari masih malu-malu menampakkan dirinya atau pada sore hari, di saat sang surya beranjak menuju peraduannya. Terasa aneh, mengapa perempuan yang satu ini berbeda. Mengapa ia sengaja datang ke sumur di siang bolong, pada saat panas begitu terik?  Sebenarnya tidak aneh. Perempuan yang dibenci sekaligus ditakuti kaum ibu di situ, karena sangat mungkin seorang pelakor, tentu saja menjadi buah bibir orang-orang sekampungnya, Perempuan itu menimba air di siang bolong untuk menghindari gosip yang akan membuat telinganya merah dan hatinya panas. Yesuspun menyadari, percakapan yang akan berlangsung antara diriNya dengan perempuan itu bersifat sangat pribadi dan bisa jadi membuat malu perempuan itu. Maka, Yesus lebih dulu menyuruh para muridNya pergi.
Mari kita mengimajinasikan jawaban yang terkesan ketus yang meluncur dari mulut Perempuan Samaria itu di saat Yesus berkata, "Will you give me a drink?" (Yoh 4:7). Kehadiran Yesus di pinggir sumur itu saja sudah pasti membuat perempuan itu kaget bukan kepalang! Apalagi permintaanNya! Dan serta merta Perempuan Samaria itu merasa, ini adalah kesempatan balas dendam. Balas dendam kepada Orang Yahudi yang selama ini selalu  menganggap rendah Suku Samaria! "You are a Jew and I am a Samaritan woman. How can you ask me for a drink?" (Yoh 4:9). Dalam imajinasi manusiawi kalimat itu terdengar demikian, "Apa benar Anda sebagai Orang Yahudi meminta minum kepada perempuan Samaria? Ke mana sekarang kesombongan Anda sebagai Orang Yahudi?" Perempuan itu menyebut Yesus, Orang Yahudi, hanya Orang Yahudi, suatu sapaan yang sangat datar, kalau bukan merendahkan.
Apakah Yesus terpancing dengan 'pernyataan ketus' perempuan itu? Ternyata tidak! Dengan sangat tenang penuh wibawa, Orang Yahudi itu menjawabnya dengan lembut, "Andaikan engkau tahu, hai perempuan, tentang karunia Allah dan Siapa yang minta minum kepadamu, niscaya engkau malah yang akan minta minum kepadaNya dan Dia telah memberikan air hidup kepadamu!" Perempuan Samaria heran sekaligus mulai kagum kepada Laki-laki Yahudi itu! Laki-laki Yahudi ini tidak serupa dengan sekian banyak laki-laki yang ditemuinya selama ini! Perempuan itu mulai penasaran. Siapa sesungguhnya Laki-laki Penuh Wibawa ini? Perempuan Samaria itupun melunak dan mulai sopan. Sapaannya terhadap Yesus berubah dari Orang Yahudi menjadi Tuan, mulai ada penghargaan. Sebenarnya terjemahannya bukan Tuhan, seperti dalam Alkitab Bahasa Indonesia, melainkan Tuan. Dalam terjemahan Inggris dituliskan, "Sir", the woman said, "you have nothing to draw with and the well is deep. Where can you get this living water?Are you greater than our father Jacob, who gave us the well and drank from it himself, as did also his sons and his livestock?" (Yoh 4:11-12).
Lagi-lagi jawaban membingungkan datang dari Tuan Yahudi itu, "Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal" (Yoh 4:13-14). Mata Perempuan Samaria itu berbinar membayangkan dirinya tidak perlu capek menimba air lagi ke sumur itu. "Tentu saja aku mau", jawab perempuan itu antusias dan penuh harap, "Sir, give me this water so that I won't get thirsty and have to keep coming here to draw water" (Yoh 4:15).
Sesungguhnya Yesus ingin mengubah paradigma tentang Kasih Allah di antara pemahaman Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru. Air sumur Yakub melambangkan gambaran Yahwe menurut Taurat Yahudi, Yahwe yang KasihNya 'tidak gratis tetapi berbayar' dengan tenaga, harus ditimba! Berkat, pengampunan, pentahiran, dan kasih Yahwe dalam pemahaman Taurat hanya diberikan kalau manusia menimbanya dengan doa yang disertai persembahan materi atau hewan. Musa mengajari Israel tentang apa yang harus dan wajib dilakukan manusia untuk Allah, agar berkenan kepada Allah Yahwe. Allah Yahwe digambarkan selalu meminta sesuatu dari manusia sebagai ganti bantuannya, seperti tercatat dalam Kitab keluaran 25:15: "Tetapi janganlah orang menghadap ke hadiratKu dengan tangan hampa."
Pada saat yang sama Yesus berbicara tentang karunia Allah dalam pemahaman yang sama sekali baru dan sempurna. Allah yang adalah Bapa bagi semua manusia justru melakukan segalanya bagi anak-anakNya! Dan puncak dari semua yang dilakukan Allah adalah menganugerahkan PutraNya Terkasih dengan cuma-cuma, tanpa syarat harus menimba, mengeluarkan energi. Yesus memperbaharui gambaran Allah sebagai Bapa yang memberikan KasihNya tanpa meminta balasan ataupun bayaran.