Mohon tunggu...
Lusiana Desi
Lusiana Desi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Perbedaan PSAP 8 dan IPAS 11 Konstruksi dalam Pengerjaan

10 November 2017   12:02 Diperbarui: 10 November 2017   12:39 2098
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

TUGAS AKUNTANSI PEMERINTAH II

PSAP 8 DAN IPSAS II KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN

  

AKADEMI PERPAJAKAN PANCA BHAKTI
PONTIANAK 2017

 

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) pertama kali yang diterbitkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 pada tanggal 13 juni 2005. Inilah untuk pertama kali indonesia memiliki standar akuntansi pemerintahan sejak indonesia merdeka. Terbitnya SAP ini juga mengukuhkan peran penting akuntansi dalam pelaporan keuangan pemerintahan. SAP ini lama ditunggu kehadirannya setalah ada penegasaan yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2000 pada pasal 35 bahwa penatausahaan dan petanggungjawaban keuangan daerah berpedoman pada standar akuntansi keuangan pemerintahan daerah yang berlaku.

Sejak saat itu banyak UU yang dimana menyebutkan bahwa peraturan -- peraturan daerah yang berlaku sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Diantaranya UU No 17 Tahun 2003 yang juga menyebutkan dengan jelas bahwa bentuk dan isi laporan pertangungjawaban keuangan pemerintahan pusat dan pemerintah daerah disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. UU No 1 Tahun 2004 juga menyebutkan arti penting standar akuntansi pemerintahan bahkan memuat Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) sebagai penyusun SAP yang keanggotanya ditetapka dan diputuskan presiden. UU otonomi daerah juga menegaskan demikian, UU Nomor 32 Tahun 2004.

Saat ini, SAP menurut PP Nomor 24 Tahun 2005 tidak berlaku lagi dan diganti dengan SAP menurut PP Nomor 71 Tahun 2010 yang merupaka SAP berbasis Akrual yang ditetapkan pada tanggal 22 oktober 2010 dan dapat mulai ditetapkan sejak peraturan pemerintaha tersebut ditetapkan. SAP Berbasi Akrual merupakan amanat dari pasal 36 ayat 1 UU Nomor 17 Tahun 2010 dan Pasal 70 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2004, sehingga PP Nomor 24 Tahun 2005 memang harus diganti.

2. Rumusan Masalah

Dari beberapa PSAP yang tercantum dalam SAP No 71 Tahun 2010, penulis merumusakan masalah yang dijabarkan dalam makalah ini adalah penjelasn lebih lanjut mengenai PSAP 08 tentang Akuntansi Kontruksi Dalam Pengerjaan, mengenai apakah definisi dari PSAP 08, kontruksi dalam pengerjaan, penyatuan dan segmentasi kontrak konstruksi, bagaimana pengakuan konstruksi, pengukuran yang dilakukan, pengungkapannya dan apa yang dimaksud dengan tanggal efektif?

3. Tujuan

Tujuan yang tertera dalam SAP menegenai Akuntansi konstruksi dalam pengerjaan yaitu:

  1. Tujuan Pernyataan Standar Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah mengatur perlakuan akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan dengan metode nilai historis. Masalah utama akuntansi untuk Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah jumlah biaya yang diakui sebagai aset yang harus dicatat sampai dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan.
  2. Pernyataan Standar ini memberikan panduan untuk:
  • identifikasi pekerjaan yang dapat diklasifikasikan sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan;
  • penetapan besarnya biaya yang dikapitalisasi dan disajikan di neraca;
  • penetapan basis pengakuan dan pengungkapan biaya konstruksi
  • Ruang Lingkup

Suatu entitas akuntansi yang melaksanakan pembangunan aset tetap untuk dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan/atau masyarakat, dalam suatu jangka waktu tertentu, baik pelaksanaan pembangunannya dilakukan secara swakelola atau oleh pihak ketiga wajib menerapkan standar ini.

Sifat aktivitas yang dilaksanakan untuk konstruksi pada umumnya berjangka panjang sehingga tanggal mulai pelaksanaan aktivitas dan tanggal selesainya aktivitas tersebut biasanya jatuh pada periode akuntansi yang berlainan.

BAB II

PEMBAHASAN

  • Definisi

Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan Standar dengan pengertian:

  1. Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses pembangunan.
  2. Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi yang berhubungan erat satu sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan fungsi atau tujuan atau penggunaan utama.
  3. Kontraktor  adalah suatu entitas yang mengadakan kontrak untuk membangun aset atau memberikan jasa konstruksi untuk kepentingan entitas lain sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam kontrak konstruksi.
  4. Uang muka kerja adalah jumlah yang diterima oleh kontraktor sebelum pekerjaan dilakukan dalam rangka kontrak konstruksi.
  5. Klaim adalah jumlah yang diminta kontraktor kepada pemberi kerja sebagai penggantian biaya-biaya yang tidak termasuk dalam nilai kontrak.
  6. Pemberi kerjaadalah entitas yang mengadakan kontrak konstruksi dengan pihak ketiga untuk membangun atau memberikan jasa konstruksi.
  7. Retensi adalah jumlah termin (progress billing) yang belum dibayar hingga pemenuhan kondisi yang ditentukan dalam kontrak untuk pembayaran jumlah tersebut.
  8. Termin (progress billing)adalah jumlah yang ditagih untuk pekerjaan yang dilakukan dalam suatu kontrak baik yang telah dibayar ataupun yang belum dibayar oleh pemberi kerja.
  • Konstruksi Dalam Pengerjaaan

Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu periode waktu tertentu dan belum selesai. Perolehan melalui kontrak konstruksi pada umumnya memerlukan suatu periode waktu tertentu. Periode waktu perolehan tersebut bisa kurang atau lebih dari satu periode akuntansi.

Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri (swakelola) atau melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi.

  • Kontrak Konstruksi

Kontrak konstruksi dapat berkaitan dengan perolehan sejumlah aset yang berhubungan erat atau saling tergantung satu sama lain dalam hal rancangan, teknologi, fungsi atau tujuan, dan penggunaan utama. Kontrak seperti ini misalnya konstruksi jaringan irigasi.

Kontrak konstruksi dapat meliputi:

  1. kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan perencanaan konstruksi aset, seperti jasa arsitektur;
  2. kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset;
  3. kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung pengawasan konstruks aset yang meliputi manajemen konstruksi dan value engineering;
  4. kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi.
  • Penyatuan dan Segmentasi Kontrak Konstruksi

Ketentuan-ketentuan dalam standar ini diterapkan secara terpisah untuk setiap kontrak konstruksi. Namun, dalam keadaan tertentu, perlu untuk menerapkan pernyataan ini pada suatu komponen kontrak konstruksi tunggal yang dapat diidentifikasi secara terpisah atau suatu kelompok kontrak konstruksi secara bersama agar mencerminkan hakikat suatu kontrak konstruksi atau kelompok kontrak konstruksi.

Jika suatu kontrak konstruksi mencakup sejumlah aset, konstruksi dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi yang terpisah apabila semua syarat di bawah ini terpenuhi:

  1. Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset;
  2. Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta pemberi kerja dapat menerima atau menolak bagian kontrak yang berhubungan dengan masing-masing aset tersebut;
  3. Biaya masing-masing aset dapat diidentifikasikan.

Suatu kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan konstruksi aset tambahan atas permintaan pemberi kerja atau dapat diubah sehingga konstruksi aset tambahan dapat dimasukkan ke dalam kontrak tersebut. Konstruksi tambahan diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi terpisah jika:

  1. aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan, teknologi, atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak semula; atau
  2. harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga kontrak semula.
  •  Pengakuan Konstrusksi Dalam pengerjaan

Suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan jika:

  1. besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh;
  2. biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan
  3. aset tersebut masih dalam proses pengerjaan.

Konstruksi Dalam Pengerjaan biasanya merupakan aset yang dimaksudkan digunakan untuk operasional pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan dalam aset tetap.

Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke pos aset tetap yang bersangkutan jika kriteria berikut ini terpenuhi:

  1. Konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan; dan
  2. Dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan;

Suatu Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset tetap yang bersangkutan setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya.

  • Pengukuran

Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat dengan biaya perolehan. Nilai konstruksi yang dikerjakan secara swakelola antara lain:

  1. biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi
  2. biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan
  3. biaya lain yang secara khusus dibayarkan sehubungan konstruksi yang bersangkutan.

Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan suatu kegiatan konstruksi antara lain meliputi:

  1. Biaya pekerja lapangan termasuk penyelia
  2. Biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi
  3. Biaya pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi pelaksanaan konstruksi
  4. Biaya penyewaan sarana dan peralatan
  5. Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan dengan konstruksi.

Biaya-biaya yang dapat diatribusikan ke kegiatan konstruksi pada umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tertentu meliputi:

  1. Asuransi
  2. Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan dengan konstruksi tertentu
  3. Biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi yang bersangkutan seperti biaya inspeksi.

Biaya semacam itu dialokasikan dengan menggunakan metode yang sistematis dan rasional dan diterapkan secara konsisten pada semua biaya yang mempunyai karakteristik yang sama. Metode alokasi biaya yang dianjurkan adalah metode rata-rata tertimbang atas dasar proporsi biaya langsung.

Nilai konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor melalui kontrak konstruksi meliputi:

  1. Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan tingkat penyelesaian pekerjaan
  2. Kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubung dengan pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada tanggal pelaporan
  3. Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.

Kontraktor meliputi kontraktor utama dan subkontraktor. Pembayaran atas kontrak konstruksi pada umumnya dilakukansecara bertahap (termin) berdasarkan tingkat penyelesaian yang ditetapkandalam kontrak konstruksi. Setiap pembayaran yang dilakukan dicatat sebagaipenambah nilai Konstruksi Dalam Pengerjaan. Klaim dapat timbul, umpamanya, dari keterlambatan yang disebabkan oleh pemberi kerja, kesalahan dalam spesifikasi atau rancangan danperselisihan penyimpangan dalam pengerjaan kontrak. Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman yang timbul selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya konstruksi, sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan secara andal. Biaya pinjaman mencakup biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul sehubungan dengan pinjaman yang digunakan untuk membiayai konstruksi.

Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi tidak boleh melebihi jumlah biaya bunga yang dibayarkan pada periode yang bersangkutan. Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis aset yang diperoleh dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode yang bersangkutan dialokasikan ke masing-masing konstruksi dengan metode rata-rata tertimbang atas total pengeluaran biaya konstruksi. Apabila kegiatan pembangunan konstruksi dihentikan sementara tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat force majeur maka biaya pinjaman yang dibayarkan selama masa pemberhentian sementara pembangunan konstruksi dikapitalisasi.

Pemberhentian sementara pekerjaan kontrak konstruksi dapat terjadi karena beberapa hal seperti kondisi force majeur atau adanya campur tangan dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang karena berbagai hal. Jika pemberhentian tersebut dikarenakan adanya campur tangan dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang, biaya pinjaman selama pemberhentian sementara dikapitalisasi. Sebaliknya jika pemberhentian sementara karena kondisi force majeur, biaya pinjaman tidak dikapitalisasi tetapi dicatat sebagai biaya bunga pada periode yang bersangkutan.

Kontrak konstruksi yang mencakup beberapa jenis pekerjaan yang penyelesaiannya jatuh pada waktu yang berbeda-beda, maka jenis pekerjaan yang sudah selesai tidak diperhitungkan biaya pinjaman. Biaya pinjaman hanya dikapitalisasi untuk jenis pekerjaan yang masih dalam proses pengerjaan.

Suatu kontrak konstruksi dapat mencakup beberapa jenis aset yang masing-masing dapat diidentifikasi sebagaimana dimaksud dalam paragraf. Jika jenis-jenis pekerjaan tersebut diselesaikan pada titik waktu yang berlainan maka biaya pinjaman yang dikapitalisasi hanya biaya pinjaman untuk bagian kontrak konstruksi atau jenis pekerjaan yang belum selesai. Bagian pekerjaan yang telah diselesaikan tidak diperhitungkan lagi biaya pinjaman.

  • Pengungkapan

Suatu entitas harus mengungkapkan informasi mengenai Konstruksi Dalam Pengerjaan pada akhir periode akuntansi:

  1. Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya
  2. Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya
  3. Jumlah biaya yang telah dikeluarkan
  4. Uang muka kerja yang diberikan
  5. Retensi.

Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang 4 retensi. Misalnya, termin yang masih ditahan oleh pemberi kerja selama masa pemeliharaan. Jumlah retensi diungkapkan dalam Catatan atas LaporanKeuangan. Aset dapat dibiayai dari sumber dana tertentu. Pencantuman sumber dana dimaksudkan memberi gambaran sumber dana dan penyerapannya sampai tanggal tertentu.

  •  Tanggal Efektif

Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014.

Contoh Kasus :

Pelaksanaan pengadaan jasa konsultansi perencanaan pembangunan sebuah gedung yang sudah dilaksanakan, tetapi pelaksanaan pembangunan konstruksi gedung tersebut tidak jadi dilanjutkan. Apakah masih tetap dilaporkan sebagai Kontruksi Dalam Pengerjaan (KDP) ataukah harus diperlakukan lain? Selama ini kantornya tetap menyajikan sebagai KDP dalam Neraca satker yang bersangkutan untuk beberapa tahun sampai dengan sekarang ini.

Contoh ilustrasi laporan KDP yang ada dalam Neraca satuan kerja kantor tersebut adalah seperti berikut ini:

SATUAN KERJA KANTOR "X"
NERACA
PER 31 DESEMBER 2013 DAN 2012
(Dalam Rupiah)

Uraian

31 DESEMBER 2013

31 DESEMBER 2012

ASET
 
 
Aset Lancar
 
 

Kas dan Bank

Kas di Bendahara Pengeluaran

5.092.195

23.809.219

Kas di Bendahara Penerimaan

Kas Lainnya di Bendahara Pengeluaran

9.739.094

17.739.094

Jumlah Kas dan Bank

14.831.289

41.548.313


Piutang

Piutang Bukan Pajak

29.322.590

50.429.322

Bagian Lancar Tagihan Tuntutan Ganti Rugi

Jumlah Piutang

29.322.590

50.429.322


Persediaan

19.198.546

30.599.198

 
 
 
Jumlah Aset Lancar

63.352.425

122.576.833

Aset Tetap
 
 

Tanah

763.958.935

763.958.935

Peralatan dan Mesin

1.730.586.763

1.530.560.632

Gedung dan Bangunan

1.320.602.563

1.320.602.563

Jalan, Irigasi, dan Jaringan

120.803.122

120.803.122

Aset Tetap Lainnya

174.108.599

85.574.108

Konstruksi Dalam Pengerjaan

35.250.000

35.250.000

Jumlah Aset Tetap

4.145.309.982

3.856.749.360

Aset Lainnya

Aset Tak Berwujud

23.761.391

23.761.391

Aset Lain-lain
52.021.000
52.021.000
 
 
 
Jumlah Aset Lainnya

75.782.391

75.782.391

JUMLAH ASET

4.284.444.798

4.055.108.584

KEWAJIBAN
 
 
Kewajiban Jangka Pendek

Utang Kepada Pihak Ketiga

4.047.967

Uang Muka dari KPPN

5.092.195

23.809.219

Pendapatan Yang Ditangguhkan

9.739.094

17.739.094

 
 
 
Jumlah Kewajiban Jangka Pendek

18.879.256

41.548.313

JUMLAH KEWAJIBAN

18.879.256

41.548.313

EKUITAS DANA
 
 
Ekuitas Dana Lancar

Cadangan Piutang

29.322.590

50.429.322

Cadangan Persediaan

19.198.546

30.599.198

Dana yang harus disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek

(4.047.967)

 
 
 
Jumlah Ekuitas Dana Lancar

44.473.169

81.028.520

Ekuitas Dana Investasi

Diinvestasikan dalam Aset Tetap

4.145.309.982

3.856.749.360

Diinvestasikan dalam Aset Lainnya

75.782.391

75.782.391

 
 
 
Jumlah Ekuitas Dana Investasi

4.221.092.373

3.932.531.751

EKUITAS DANA NETO

4.265.565.542

4.013.560.271

JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA

4.284.444.798

4.055.108.584

 

Kasus yang diajukan sebelumnya adalah sebagai berikut:

Kantor "X" sudah melaksanakan pengadaan jasa konsultansi perencanaan pembangunan gedung arsip beberapa tahun yang lalu (contoh dilaksanakan di tahun 2010). Pada laporan keuangan Neraca satuan kerja Kantor "X" per 31 Desember 2010, pengeluaran jasa konsultansi perencanaan tersebut disajikan sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan sebesar Rp35.250.000. Di tahun 2011, pimpinan kementerian/lembaga memutuskan bahwa pembangunan gedung arsip tersebut tidak jadi dilanjutkan karena ada hal lain yang lebih prioritas dan mendesak untuk dilaksanakan. Tahun 2012 dan 2013, pembangunan gedung tersebut tidak jadi dilaksanakan, tetapi pengeluaran perencanaan pembangunan gedung tersebut tetap disajikan sebagai KDP dalam Neraca satuan kerja yang bersangkutan (tergambar dalam contoh neraca diatas).

Menyikapi hal tersebut, seyogyanya Kantor "X" merujuk kepada PP Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, terutama PSAP Nomor 07 mengenai Akuntansi Aset Tetap dan Nomor 08 mengenai Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan serta Buletin Teknis (Bultek) 09 mengenai Akuntansi Aset Tetap yang merupakan petunjuk lebih lanjut dari PSAP 07 dan 08 tersebut. Dalam bultek disebutkan bahwa: "Dalam beberapa kasus, suatu KDP dapat saja dihentikan pembangunannya oleh karena ketidaktersediaan dana, kondisi politik, ataupun kejadian-kejadian lainnya. Penghentian KDP dapat berupa penghentian sementara dan penghentian permanen. Apabila suatu KDP dihentikan pembangunannya untuk sementara waktu, maka KDP tersebut tetap dicantumkan ke dalam neraca dan kejadian ini diungkapkan secara memadai di dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Namun, apabila pembangunan KDP diniatkan untuk dihentikan pembangunannya secara permanen karena diperkirakan tidak akan memberikan manfaat ekonomik di masa depan, ataupun oleh sebab lain yang dapat dipertaggungjawabkan, maka KDP tersebut harus dieliminasi dari neraca dan kejadian ini diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan."

Merujuk kepada ketentuan dalam PP dan Bultek tersebut, maka permasalahan Kantor "X" dapat digambarkan sebagai berikut :

Pengakuan Biaya Perencanaan
Pada tahun 2010, satuan kerja Kantor "X" menganggarkan membangun gedung dalam kurun waktu 2 tahun dengan rincian biaya sebagai berikut:
-- Biaya perencanaan Rp 35.250.000
-- Biaya konstruksi Rp2.000.000.000
-- Biaya pengawasan Rp 24.750.000
Total biaya Rp2.060.000.000

Biaya perencanaan dialokasikan dalam DIPA 2010 dan biaya konstruksi maupun pengawasan dialokasikan dalam DIPA 2011. Sampai dengan tanggal pelaporan (31 Desember 2010), satuan kerja Kantor "X" sudah merealisasikan Belanja Modal Gedung dan Bangunan (Akun 533111) untuk membayar biaya konsultan/perencanaan sebesar Rp35.250.000.
Realisasi biaya perencanaan tersebut telah dapat disajikan di dalam Neraca satuan kerja "X" tahun 2010 sebagai KDP dengan jurnalyang dibuat adalah :

Tanggal
Uraian
Debet
Kredit
31/12/2010
Konstruksi Dalam Pengerjaan-Gedung Arsip
35.250.000

Diinvestasikan Dalam Aset Tetap

35.250.000

PenghentianPembangunan Gedung

Masuk Januari tahun 2011, satuan kerja Kantor "X" tidak jadi melanjutkan pembangunan gedung arsip tersebut. Penanggung jawab aset (Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang) seharusnya membuat keputusan, apakah pembangunan gedung arsip masih tetap akan dilanjutkan nanti/dihentikan sementara (diungkapkan dalam Catatan atas laporan Keuangan) atau akan dihentikan permanen dengan membuat Surat Keputusan Penghapusan KDP. Jika penanggung jawab aset mengambil keputusan untuk tidak melanjutkan pembangunan tersebut secara permanen, maka pada tanggal 1 Februari 2011 seharusnya telah terbit Surat Keputusan Penghapusan KDP dari penanggung jawab aset (PB/KPB).
Jurnal yang harus dibuat sebagai kelanjutan dari Surat Keputusan Penghapusan KDP adalah:

Tanggal
Uraian
Debet
Kredit
1/02/2011
Diinvestasikan dalam Aset Tetap
35.250.000

Konstruksi Dalam Pengerjaan-Gedung Arsip

35.250.000

Konsekwensi dari Surat Keputusan Penghapusan KDP tersebut, maka dalam laporan keuangan Neraca satuan kerja Kantor "X" tahun 2012 dan 2013 tidak akan muncul Konstruksi Dalam Pengerjaan (bernilai Rp0).

KESIMPULAN

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) Nomor 08 mengenai Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan, baik yang terdapat dalam Lampiran I Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual yang harus digunakan mulai tahun 2015 maupun Lampiran II Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Kas Menuju Akrual yang masih bisa digunakan sampai dengan tahun 2014, dinyatakan bahwa Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) adalah aset-aset yang sedang dalam proses pembangunan tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu periode waktu tertentu dan belum selesai. Perolehan melalui kontrak konstruksi pada umumnya memerlukan suatu periode waktu tertentu. Periode waktu perolehan tersebut bisa kurang atau lebih dari satu periode akuntansi. Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri (swakelola) atau melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi.

Hal yang perlu diperhatikan dan menjadi saran dalam makalah ini tentunya harus lebih dikemukakan lagi beberapa kasus -- kasus real mengenai kondisi dilapangan terutama di instansi -- instansi pemerintah dan bentuk pencatatan yang dapat dijadikan pedoman sehingga standar akuntansi yang digunakan dapat terlaksana dengan baik dan akuntabel.

DAFTAR PUSTAKA

Halim, abdul dan syam kusufi, 2013, Akuntansi Sektor Publik, jakarta : Salemba Empat.

Imam Subroto, Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan

PP No 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

http://www.ksap.org/pp%2071/LAMPIRAN2/Lampiran_II_SAP_Berbasis_Kas_Menuju_Akrual.pdf

https://staff.blog.ui.ac.id/martani/files/2014/02/PP_71_TAHUN_2010.pdf

Iklan

   

DISUSUN OLEH :

  • PRASISKA                                       (15.0469)
  • EMMA AMITA                                (15.0491)
  • LUSIANA                                          ( 15.0464)
  • LUSIANA DESI YANTI                 (15.0495)

DOSEN PENGAJAR : SABIRIN,SE,M.Ak,CPAI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun