Saya meyakini bahwa setiap regulasi yang di buat oleh KLHK di pastikan memiliki tujuan baik untuk membuat Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta  kehidupan masyarakatnya menjadi lebih baik.
Saya juga meyakini bahwa setiap program yang di buat oleh Perum Perhutani juga memiliki tujuan baik untuk kelestarian hutan Jawa, Kesejahteraan masyarakat desa hutan dan membuat Perhutani menjadi lebih.
Seperti saat Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani menerbitkan SK No 136 Tahun 2001 tanggal 29 Maret 2021 tentang Pengelolaan sumberdaya Bersama Masyarakat  (PHBM).
PHBM adalah kesadaran Perhutani dan Negara bahwa  sumberdaya hutan tidak bisa di pisahkan dari kehidupan masyarakat desa hutan yang kesehariannya bergantung pada hutan.Â
PHBM membawa harapan baru tentang pengelolaan hutan dengan menempatkan masyarakat desa hutan dalam Perkumpulan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) sebagai mitra utama Perum Perhutani dalam mengelola hutan Jawa
Masyarakat desa hutan  khususnya petani hutan dalam wadah Kelompok Tani Hutan yang sebelumnya hanya mengenal tumpang sari di kawasan hutan bekas tebangan selama 2 (dua) hingga 3 (tiga) tahun. Setelah itu cukup menjadi penonton.... berubah menjadi mitra dengan berbagi peran dan berbagi hasil (sesuai dengan kontibusi faktor produksi)
Dalam perjalanannya LMDH berkeyakinan dan berupaya agar PHBM menjadi lebih baik, harus di perkuat dengan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah atau setidaknya Peraturan Menteri Kehutanan agar PHBM tidak sekedar menjadi program Perhutani  tetapi menjadi Program Negara (KLHK) dengan Perhutani dan LMDH sebagai pelaku utama serta posisi LMDH menjadi setara dengan Perhutani.
Angin segar bagi masyarakat desa hutan kembali berhembus ketika Presiden yang rimbawan berkehendak untuk memberikan 12,7 juta hektar kawasan hutan Negara kepada  masyarakat desa hutan agar masyarakat desa hutan menjadi pelaku utama dalam pengelolaan hutan
Terbitnya Permen LHK No 83 tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial, kembali membawa harapan baru bagi Masyarakat desa hutan Jawa, yang meyakini bahwa permen ini akan menjadi payung hukum dan menghadirkan Negara (KLHK) di tengah kehidupan LMDH yang ber  PHBM dengan Perum Perhutani.
Harapan baru itu seperti akan terwujud ketika kemudidan terbit Permen No 39 Tahun 2017 tentang Ijin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial dalam wilayah Kerja Perum Perhutani.
Tetapi isi permen 39 tahun 2017 sangat bertentangan dengan harapan Masyarakat desa hutan, Permen ini sangat memberatkan petani hutan dan kelompoknya ketika menjadi penerima ijin.
Kewajiban untuk secara swadaya  membangun kembali hutan yang rusak dengan tutupan lahan kurang dari 10 % dan masih harus berbagi hasil dengan Perhutani menjadikan IPHPS sulit untuk dilaksanakan dan sangat kecil peluang untuk berhasil menghutankan kembali hutan Jawa yang rusak.
Kami sungguh tidak mengerti ketika P.39 yang menurut kami sungguh-sungguh bukti kesungguhan KLHK untuk "membantu" Perhutani, tetapi malah mendapatkan penolakan dari Perhutani.
Memang, kami juga menjadi sangat khawatir karena niat baik KLHK menerbitkan P.39 di manfaatkan oleh "oknum" yang memberikan informasi tidak benar kepada para petani bahwa hutan pada kawasan IPHPS akan menjadi hak milik petani.
Terkait dengan terbitnya SK Menteri LHK No 287 tahun 2022 tentang Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK), kami meyakini bahwa pastinya KLHK sudah melakukan evaluasi tentang implementasi PHBM Â (termasuk evaluasi tentang kinerja Perhutani dan LMDH) dan IPHPS di Jawa, meskipun sampai saat ini kami belum membaca dan belum tahu persis hasil evaluasinya.
Menjadi wajar ketika para pelaku PHBM menolak program baru karena merasa bahwa PHBM adalah program yang sangat baik. Demikian pula dengan pelaku IPHPS
SK 287 tentang KHDPK juga memunculkan beberapa  pertanyaan :
- Mengapa SK nya menjadi tentang KHDPK ? bukan tentang Perhutanan Sosial di Jawa ?
- Berapa dari 1, 1 Juta hektar hutan Jawa yang akan di jadikan Perhutanan Sosial ? dan berapa hektar yang akan di gunakan untuk kepentingan Penataan Kawasan Hutan dalam rangka Pengukuhan Kawasan Hutan ? Penggunaan Kawasan Hutan ? Rehabilitasi hutan ? Perlindungan hutan ? Pemanfaatan jasa lingkungan ?
Kekhawatiran kami berubah menjadi kecemasan, ketika kemudian di beberapa lokasi ada kelompok - kelompok masyarakat yang mengatasnakan LSM dan organisasi petani dengan dalih KHDPK sudah bergerak masuk hutan, mengambil pal batas hutan, mematok dan membagi bagi lahan bahkan berani melarang petugas Perhutani masuk ke dalam kawasan.
 "Jika KHDPK bertujuan untuk membangun kembali hutan yang rusak, memperkuat kelembagaan masyarakat desa hutan yang sudah ada, memantik pertumbuhan ekonomi di desa hutan serta  menjadi cara KLHK untuk membuat Perhutani menjadi sehat dan Jaya Kembali, sungguh.... Ibu Menteri KLHK ini terlalu baik hati. Ibu menteri dan para pejabat di KLHK berani mengambil tanggungjawab dengan resiko mempertaruhkan jabatan dan reputasinya membangun kembali hutan Jawa yang rusak yang seharusnya menjadi tanggungjawab Perum Perhutani"
Penutup :
- Ketika KHDPK akan membuat hutan Jawa hancur, memicu konflik horizontal di masyarakat dan mencerai beraikan rimbawan, belum terlambat untuk kita mengkaji kembali (seperti yang sedang kita lakukan hari ini) untuk kemudian kita perbaiki dengan kesadaran rimbawan sejati.
- Ketika KHDPK di yakini mampu menjaga eksistensi hutan Jawa dan bisa memperbaiki hutan Jawa yang rusak dengan menjadikan masyarakat desa hutan setempat sebagai pelaku utama dan dalam pengelolaannya dengan bimbingan dan pendampingan dariÂ
- Pemerintah (KLHK) dan stakeholder lain (Perhutani,Akademisi,LSM, dll) adalah kewajiban kami untuk menjadi bagian dari ikhtiar yang mulia ini.
Karena kita sedang berusaha untuk menjadi lebih baik. Bukan merasa lebih baik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H