Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tentang Nasi Bakar

24 Juni 2023   08:23 Diperbarui: 24 Juni 2023   08:32 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi datang dengan cepat. Notifikasi tak bisa dihindari. Bisa menghampiri siapa saja. Tentang keberhasilan orang lain apalagi. Selalu ada informasi kemenangan, tanpa diri berusaha berdamai dengan kenyataan. Itu kadang menyakitkan.

Pagi ini, Jarwo mendengar banyak teman mulai persiapan wisuda. Mulai merapalkan cita-cita untuk hidup. Namun, Jarwo sendiri tengah asyik berlari. Mencoba memperbaiki langkah karena rumput yang masih basah.

"Lapangan ini kotor sekali. Malam demi malam berdatangan. Tetap saja tidak ada pilihan untuk terus berjuang. Mereka memakai untuk persiapan hiburan, tapi malam merusak" ujar Jarwo meneruskan langkah.

Menyibukan diri dengan lari pagi tentu dengan harapan. Jarwo ingin segera lulus kuliah. Merapalkan doa dengan berbagai indahnya terwujud. Langkah kaki di pasar malam kian menyenangkan. Ada pemandangan tidak biasa.

"Bukan untuk orang bercengkrama saja. Ada tempat bagi mereka yang mau mencari makan. Tempat makan hewan juga tersedia," ujar Handoko ketika Jarwo bercerita tentang kondisi lapangan.

Perjalanan hanya pelarian semata. Tidak menjadi impian untuk terus melangkah. Melihat orang belajar naik motor. Ada kekesalan tersendiri bagi Jarwo. Bukan karena Jarwo tidak senang dengan capaian orang lain. Tapi, memakai lapangan membuat suasana tidak menyenangkan. Ada banyak hambatan bermunculan.

"Kini lapangan bukan hanya untuk olahraga. Tapi, semua kepentingan bisa saja ada di sini. Ruang terbuka publik yang dapat perlahan diprivatisasi untuk kepentingan penguasa. Lama tidak berjalan, menikmati tiap harapan itu menjadi kenyataan," ujar Handoko.

Perlahan, Jarwo dan Handoko bertumbuh dengan pandangan mereka. Ada perbedaan tentang selera makan. Handoko sudah pergi merantau. Mencoba pekerjaan lain selain di desa. Mendapati banyak kepentingan untuk terus menjadi kenyatan. Sementara, Jarwo masih bergumul dengan rasa rendah diri.

"Kalau kamu orangnya ikhlas, tentu keberhasilan orang lain bukan masalah buat dirimu. Semua yang terjadi padamu, tetap bukan untuk dibanding-bandingkan," ujar Handoko pada Jarwo yang terus saja mengeluh.

Tidak hanya nasihat. Handoko memberikan semangat berupa doa. Doa itu menjelma menjadi lawatan apa saja. Entah berwujud harapan, bisa juga menjadi jaminan akan apa yang terjadi setelah malam.

***

Hiburan memang diperlukan ketika mengalami masa tegang. Tapi, berlebihan juga tidak baik. Menghibur diri dilakukan oleh Jarwo. Menikmati perjalanan jauh untuk mencari nasi bakar. Itu melegakan. Berjumpa dengan pencari makan lain. Bahkan, bisa saja itu menjadi momen bertemu kawan lama.

"Mau ke mana Jar, tumben sudah berangkat sepagi ini," ujar Alang, salah satu teman Jarwo ketika SMK. Alang bersama istrinya membeli kue. Menikmati pagi dengan perjalanan. Lalu, setiap sapaan menjadi menyenangkan.

"Mungkin temanku sudah berbahagia. Pertanyaan mau ke mana saja terasa berat untuk dijawab. Entah, apa yang sebenarnya terjadi di dalam diriku. Tidak mudah untuk menerima keadaan," ujar Jarwo dalam hati.

Sapaan Alang hanya dibalas dengan senyuman. Perjalanan berlanjut sambil menatap anak kecil membawa pasir. Menawarkan pada penjual di toko kelontong. Tampak lusuh karena belum makan.

"Pasir, Pak. Ini pasir pilihan. Untuk kami makan, sudah lama kami tak merasakan enaknya nasi. Hanya debu jalanan yang menghampiri kala pagi," ujar anak kecil itu. Seolah sudah fasih merangkai kata.

 Jarwo di seberang jalan hanya tersenyum. Sudah banyak orang membuat penderitaan. Menjualnya secara perlahan untuk terus berjalan melanjutkan hidup. Bisa saja itu menjadi merugikan. Tapi, tetap saja mereka menjadi lebih kaya dari biasanya.

"Untuk beberapa sapaan yang menjadi menyakitkan mungkin bisa menjadi kicau burung saja. Itu lebih menentramkan dari pada berbicara tentang capaian," ujar Jarwo menatap burung pleci berkicau merdu.

Bantuan demi bantuan tak kunjung datang. Itu membuat Jarwo kian menikmati setiap sapaan dan senyuman. Tidak hanya pada waktu istirahat saja. Ada kesibukkan lain dengan kepentingan beragam.

"Perlahan, setiap doa akan menjadi kenyataan. Bersama harapan dan senyuman bermunculan. Pada saat tertentu, itu perlu dinyatakan dalam tindakan," ujar Jarwo.

Kelulusan kuliah menjadi dambaannya, bukan tentang kemenangan saja. Tapi, berujung pada setiap kehidupan nantinya akan seperti apa. Ada doa baik bagi harapan yang tertunda. Untuk beberapa catatan.

Godean, 24 Juni 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun