Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pertemuan Kedua

8 Juni 2023   19:46 Diperbarui: 8 Juni 2023   19:50 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Antisipasi dan Adaptasi Sapaan pada Pertemuan Kedua

Tulisan Yudha Adi Putra

Tidak ada yang manis di hari Kamis. Berjalan seperti biasa. Memulai hari dengan bangun pagi. Ada rencana untuk bersepeda. Tapi, gagal dan harus mengerjakan hal lain.

"Tidak ada perkiraan pasti akan apa yang terjadi. Nikmati saja, kesedihan hanya akan menjadi tontonan. Tidak laku untuk dijual. Tapi, kesan pagi ini adalah senyuman," ujar Jarwo.

Melihat kembali agenda kegiatan. Ada banyak yang diimpikan. Mulai dari berjualan sampai pada rencana liburan. Semua tersedia dengan nyaman. Tidak beriringan dan menyebalkan.

"Belum sempat menemukan pilihan untuk dilalui. Ada langkah yang harus ditempuh. Utang keluarga harus selesai dibayar. Semua aset dilaksanakan, tidak untuk dipertimbangkan lagi. Jual atau akan rugi nanti," ujar Ibunya Jarwo. Pilihan akan pagi selalu datang. Harus dipilih. Kalau tidak, muncul kebosanan dalam merasakan.

"Sarapan itu menata harapan. Bukan tentang apa yang dimakan. Tapi, bagaimana merayakan harapan secara perlahan. Tidak baik, kalau setiap langkah ditempuh dengan keraguan. Pastikan dulu, pagi ini mau makan apa dan berjumpa siapa," tegas Ibunya Jarwo sambil memasak.

Tentu, Jarwo semakin heran. Apa benar, bisa memilih siapa yang ditemui dan dijumpai. Berjalan tidak sesuai rencana. Gerakan demi langkah dilakukan. Tidak untuk memunculkan perasaan bimbang. Tidak dapat dipungkiri, setiap pilihan memunculkan pertemuan.

"Nanti rencana akan ke Jalan Magelang. Menemukan kisah baru tentang narkoba. Mungkin, itu akan menjadi cerita baru. Bersama pertemuan lama. Teman baru dan materi baru. Ada hal baru, tapi kenyataan tapi diberikan dengan cara berbeda. Mungkin saja, hasilnya akan menjadi berbeda," ujar Jarwo sebelum menjelaskan untuk pamit.

Pagi bisa menjadi cepat berubah menjadi siang. Tapi, setiap percakapan akan memunculkan kesan. Kesan tentang dua orang laki-laki. Mereka menyapa secara perlahan.

"Mari berjalan. Menemukan sapaan selamat pagi. Membuka pintu. Menghadapkan wajah dengan senyuman manis. Itu bisa saja dilupakan, tapi tenang. Tentang harapan yang muncul. Ada pertimbangan. Sapaan itu membawa daya ubah," ujar dua orang lelaki bersamaan. Ada yang tua tanpa rambut. Ada yang lain. Tampak masih muda dan bertenaga. Mungkin, dia akan mencoba hal baru jika saat ini tidak ada di sana.

"Hidup memang memunculkan banyak pilihan. Pilihan itu melekat pada risiko. Kalau tidak, tentu akan berdampak baik nantinya. Kemudian, ada bentuk perubahan yang nyata. Lama tidak dipikirkan tentang waktu, muncul dan terikat dengan waktu," ingatan lama Jarwo tentang sapaan dan hidup bermunculan.

Kini, ada kesan tentang lelaki bertubuh gemuk. Satunya lagi, tampak seperti pecandu narkoba. Mungkin, mereka berlindung di bawah nama lembaga. Membawa kepentingan entah apa. Menyebarkan kabar bahagia.

"Mereka cukup baik. Ada materi tentang narkoba, bagaimana pendidikan, dan nantinya perkenalan tentang psikologi. Mungkin, dalam langkah seperti itu ada gerakan yang nyaman. Tidak memberikan harapan palsu," kenang Jarwo pada sebuah ruangan.

Dalam bentuk kotak, mereka berjajar. Mendapati pembicara saling berkeliling. Kadang menyapa, tapi tidak bisa memunculkan pertanyaan.

"Tentang kesenjangan begitu terasa. Tidak semua mampu dan tidak semua memiliki kesempatan untuk berbicara. Paling aneh adalah mereka yang mengaku duta. Tapi, memakai baju saja tidak bisa. Ada kesan aneh, terasa menyenangkan dan tidak bisa berteman. Membuat jarak tapi tidak berurusan dengan harapan," ujar Jarwo mendapati sapaan tak menyenangkan. Mungkin, ada kekesalan karena dia gondrong.

"Apa hubungan gondrong dengan semua yang terjadi. Tapi, tidak semua mengerti tentang rambut panjang. Hanya stigma tertentu saja melekat. Membawa pada impian yang indah, tapi menjebak. Kemudian, mereka tak peduli tentang perhatian," ujar Jarwo pada sebuah perpisahan sebelum makan siang.

Tidak semua cerita layak dituliskan. Bisa saja menjadi kepingan harapan. Antisipasi dan sapaan seperti menjadi cara untuk beradaptasi. Tidak semua orang akan senang dengan apa yang dilakukan, Jarwo sadar betul akan hal itu.

"Kini, tentang merokok di kampus. Ada cerita menarik dalam kelas. Tentu oleh dosen favorit juga. Lalu, tertutup dengan sebuah ilustrasi sederhana. Sudah ada contoh yang baik, mahasiswa teologi," ujar sang dosen dengan harapan Jarwo besok bisa segera melanjutkan studinya.

Godean, 08 Juni 2023

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun