Kesan Minggu Lempar Panci
Cerpen Yudha Adi Putra
Untuk pagi sebelum jam sembilan.
Langkah dimantapkan untuk menanti. Semua berjalan dengan sendirinya. Menukar banyak waktu. Mencintai hidup penuh arti. Menanyakan pada tujuan. Perihal kehilangan, tidak bisa dinantikan. Ini harus memulai langkah baru. Menulis dengan topik yang jelas. Tidak hanya memperkirakan, tapi memberikan solusi. Tulisan refleksi tidak untuk diperjuangkan.
Bacaan mulai dihindari. Ke gereja mulai jarang. Menopang perkataan baru. Hidup dalam ketidakmengertian. Penuh misteri. Kemudian, ada perjuangan di waktu malam. Mencatat setiap pertemuan.
"Nanti akan pergi ke pasar. Menemukan warna baru untuk belajar. Memperoleh waktu yang sempat untuk sekedar menikmati. Tidak lebih dari singgah," ujar waktu pada kesempatan.
Untuk pasar yang bertemu kalung dan gelang.
Uang memang bisa dicari, menemukan dalam misteri kebahagiaan. Tak ada yang menanti, tanggungan muncul begitu saja. Langkah sederhana untuk menentramkan. Lalu, waktu akan memberikan kesempatan. Duduk di dekat pohon. Menemukan harapan semu. Tidak muncul dan berbentuk waktu. Lama tidak menyapa, memberikan senyuman dan tawa.
"Ini bukan pertemuan lama. Ini sebuah harapan yang hidup kembali. Tidak ada yang menyangka, keramahan menjadi dampak dari senyuman. Mulai meraih tangan," ujar harapan pada sinar mentari.
Pohon turut bernyanyi, seolah memberi makna pada rasa sepi. Bukan karena tidak menarik, tapi memang sebentar saja. Pilihan cukup berdampak. Ada rasa sepi, tidak untuk dinikmati. Semua terjadi, tentang kalung dan gelang dinantikan.
Untuk kepulangan di tengah panas senyuman.