Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Pasar Kowen

27 Mei 2023   19:15 Diperbarui: 10 Juni 2023   21:14 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pasar burung. Sumber: Kompas/HIDAYAT SALAM

Akhir pekan menjadi doa dan harapan. Menyusun sapaan untuk pertemuan. Bangun kesiangan, Jarwo merasakan bimbang. Tiap kegiatan dilakukan. Dampak untuk nanti dan menyalakan.

"Kemudian, setiap langkah menjadi bermakna. Bersama dengan banyak harapan untuk hidup. Menabung hari demi hari. Berjumpa senyuman, itu untuk menapaki setiap langkah," ujar Jarwo sembari menapaki pilihan.

Pagi dimulai, tiap hari merasa kesepian. Pilihan perlu dihidupi. Pada pilihan, ada kepentingan. Untuk menapaki hari dengan penuh misteri.

"Kini, sudah selesai masalah hati. Menyusun kembali untuk hidup. Memelihara burung, bersama senyuman untuk hidup. Aku ingin membeli tanah. Berjumpa pilihan, menukar tiap keringat pada langkah selanjutnya," keluh Jarwo.

Berjumpa seorang yang dikenal, Jarwo menatap dengan lapar. Ia belum sempat makan dari pagi. Begitu bangun, sudah diperhadapkan dengan pilihan. Bisa menapaki, tapi bisa juga menghindari. Semua berjalan dengan kebimbangan.

"Pak, boleh menukar tatap dengan tarif parkir ? Kenapa parkir begitu menyebalkan ? Mahal dan begitu cepat mendapatkan harapan," ujar Jarwo.

Lelaki tua hanya minta maaf. Menatap Jarwo dengan keheranan. Ada sangkar dibawanya. Burung berkicau perlahan. Lelaki tua tahu betul, mengisi waktu pagi dengan burung memang baik. Paling tidak, itu membebaskan.

Jarwo terus membiarkan sepeda motornya tertutup plastik. Hening, pagi dengan segala isinya memberi doa. Pada jamuan pagi, pasar memang menikmati. Tidak ada kesepian. Semua menyuarakan langkah dan hambatannya masing-masing. Berjualan, bertarung dengan risiko. 

Entah rugi atau mati. Hewan seperti kambing mulai nampak. Mereka berjajar di dekat parkiran. Membunyikan harapan. Melambungkan harga setinggi mungkin.

"Kita sedang menikmati iklan begitu cepat. Bahkan, tanpa sedikit kesempatan untuk jeda. Langkah jadi sunyi, tapi uang terus berputar dengan cepat !" ujar Jarwo menatap kambing. Membayangkan setiap langkah jadi sunyi dan tanpa henti. Itu berdampak pada kehidupan, bersama kerinduan. Nikmat harus terus berdampingan.

"Ada sapi di kandang. Ia besok juga akan dijual. Hari dipersiapkan dengan matang. Menghitung setiap temu dengan kalkulasi perjuangan. Hebatnya, tidak semua dapat dimaknai sebagai investasi hingga perhitungan untuk rugi. Ini berbicara tentang kearifan lokal," ujar Jarwo memarkirkan motornya.

Di hadapan pohon bambu, semua motor diam. Mereka diletakan, menanti sang majikan datang. Menjual berbagai pertemuan. Kelak, akan ada pilihan yang membingungkan.

"Bisa saja, setiap langkah itu diberi makna yang berbeda. Berdampingan dengan pohon, belum tentu menjadi pohon. Tenang, semangat dan daya juang dipelihara hingga mati. Baik secara langsung, sunyi memberikan makna bagi hidup yang terus berubah. Hidupilah, jalan pasar memang beragam," ujar Jarwo.

Kini, tiba pada waktu makan. Menukar uang sembilan ribu dengan makanan. Menapaki hari dengan senyuman. Merawat setiap tatap dengan perjuangan. Kita akan hidup dari setiap sapaan, begitu harapan Jarwo.

"Lama tidak bertemu, kisah berdampingan dengan makna. Muncul begitu saja, berujar pada kepentingan yang lama. Kisah dari burung dan hewan peliharaan. Akan habis begitu saja ? Pada burung ? Soto yang mana ?" keluh Jarwo.

Memang, soto menjadi tujuan penting. Bersama beberapa orang tua, Jarwo berharap ada usus goreng. Dilihat secara langsung, usus itu seolah tidak ada. Tapi, memang penuh misteri. Jarwo menatap sekeliling. Melihat orang membutuhkan uang, mereka rela melakukan apa saja. Memukuli besi panas. Berjualan burung keliling dan yang pasti mengharapkan keuntungan. Tidak berhenti, tiap tatap mereka penuh arti.

"Pulang dan melihat orang berbicara dengan bahasa Indonesia. Itu menyebalkan, tapi memang sebagai bentuk promosi. Menikmati setiap jumpa dengan nikmat yang indah. Mungkin, ketika berbahasa Indonesia akan terlihat mahal dan menawan," ujar Jarwo.

Kini, tiap langkah diperhatikan. Nanti sore, Jarwo mengajar. Berharap, tulisan cepat terbit dan memunculkan tanya di kemudian hari. Semoga, setiap kata ada hidup.

"Kini, Helky tidak sendirian lagi. Pasar Kowen memberikan senyuman sebelum perpisahan. Semoga, setiap kata itu membawa makna. Perjuangan harus tetap dilanjutkan, Helky bersenang-senang dengan teman baru," ujar Jarwo.

Menatap lampu, membayangkan burung kesayangannya menikmati malam di kamarnya. Hening dan tenang.

Godean, 27 Mei 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun