Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Soto Pojok Lapangan Sawo

29 April 2023   10:00 Diperbarui: 29 April 2023   10:24 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bukan karena itu, jalanan tempat berjualan tadi ramai. Tapi, posisinya ada di tikungan jalan. Tentu sangat berbahaya kalau berhenti. Belum lagi, ada belokkan sebelum masuk kampung. Pasti orang sudah berangkat memilih nanti saja. Tidak hanya itu, ketika mau berhenti. Ada perhitungan, pasti ada yang mengetahui dekat sana dan sini. Bukankah sesuatu selalu ingin baru dan lagi ?" ujar lelaki tua tadi.

Pembahasan malam itu bertambah, mereka diajak berbicara tentang Maria dan Marta. Masalahnya, yang berbicara hanya itu-itu saja. Mungkin, sudah menjadi kebiasaan. Bukankah dalam suatu komunitas, pasti ada relasi kuasa. Bukan hanya relasi kuasa, bentuk perlawanan dengan cara diam dan berlalu begitu saja.

"Paling tidak, itu cara menjaga harmoni supaya tidak terjadi perpecahan lebih lanjut lagi. Lama tidak dipertimbangan. Bisa saja, setiap perkumpulan ini mengumpulkan kekerasan dan pelecehan," ujar Jarwo.

"Tak masalah. Inti acara pada gerobak yang datang itu. Bukan pada pembahasan, tentu orang akan lupa akan apa yang dibicarakan. Tapi, sedikit banyak akan ingat tentang makanan. Bukankah hidup itu terus berjalan. Membawa banyak kemungkinan, termasuk kesan kehilangan," balas Handoko.

Tak bisa dimengerti, percakapan kian larut malam. Jarwo membawa minyak kayu putih. Tubuhnya merasa kedinginan. Mungkin, tempat duduknya berada di tepi lapangan. Tepat di antara angin sawah dan lalu lintas jalanan.

"Sudah hampir selesai. Membicarakan waktu dan penggunaannya. Tentu dengan standar tertentu. Seolah dengan memenuhi standar itu rasanya bisa lebih baik. Kalau tidak memenuhi standar, bisa saja menjadi gila dan merasa bersalah," ujar Handoko.

"Mungkin dari rasa bersalah itu muncul otoritas mereka. Percakapan mereka seolah dibatasi. Relasi kuas mempengaruhi. Kalau tidak, wacana itu membawa penghakiman atas apa yang terjadi. Muncul beragam rasa bersalah, berarti wacana yang diberikan memunculkan hasilnya," balas Handoko.

***

Waktu untuk melayani tiba, Jarwo dan Handoko membawa dua tiga mangkuk menuju meja perjamuan. Setiap langkahnya diturunkan secara perlahan. Ada perasaan sungkan, tapi sukacita tetap terasa. Kelak, perjuangan berhadapan dengan senyuman.

"Langkah kita akan menjadi perhitungan, paling tidak soto pojok lapangan sawo menjadi catatan berharga. Semoga saja, kekerasan dalam berbagai bentuk dapat terhindarkan," harapan Jarwo itu ditulis dalam rangkaian rumput. Bukan sandi rumput, rumput lapangan seolah mereka isi hati Jarwo.

"Tak ada yang mengerti cara membongkar relasi kuasa. Karena dengan membongkar bisa saja memunculkan relasi kuasa yang lain. Mereka yang berbicara memang itu-itu saja, tapi derap langkah penyembuhan juga dilakukan," kata Handoko.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun