Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Soto Pojok Lapangan Sawo

29 April 2023   10:00 Diperbarui: 29 April 2023   10:24 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Soto Pojok Lapangan Sawo

Cerpen Yudha Adi Putra

Orang-orang yang dilecehkan sulit menyadari. Bentuk sistem sosial terjadi, di mana ada relasi kuasa. Tempat duduk dan siapa yang duduk saja sudah berbicara. Kelas seperti apa dan bagaimana asalnya. Tentang relasi kuasa, rawan terjadi pelecehan. Bentuk kekerasan menjadi beragam. Tidak hanya nampak dalam pukulan tangan, bahkan senjata api saja bukan. Pelecehan bisa berujar dalam ungkapan. Ungkapan dan narasi membentuk wacana. Bentuk wacana akan berimplikasi pada realita. Ada kesungguhan memunculkan wacana, bahkan tanpa di sadari. Tetap saja, Jarwo merasa perasaannya tidak nyaman. Bukan karena sudah terbiasa, tapi mencari kabar sukacita.

"Baru datang sudah penuh. Mereka seperti siap untuk menerima berbagai bentuk penghakiman. Langkah bersamaan, meski dengan senyuman pulang belum tentu sama. Ada rasa sakit, di mana komunitas memang dinamis relasinya. Bukan untuk menghindar, tapi diam dan datang menjadi langkah perlawanan," ujar Jarwo pada Handoko.

Mereka menyebrang jalan yang sama. Di samping penjual pecel lele, Jarwo sudah menatap ke tempat perkumpulan. Penuh dengan tawa, banyak sukacita. Handoko menggelengkan kepala.

"Sudahlah, hanya mendengarkan saja. Ada aturan main dalam diskusi seperti ini, tidak bertumbuh dalam lingkup lebih luas. Ini tempat untuk menikmati jumpa. Bukan untuk mempertajam beserta analisis ilmu yang kamu suka, Jar," kata Handoko mencoba menenangkan Jarwo.

Mereka menuju tempat duduk, memilih tempat. Sebelum itu, bersalaman dan berbagi senyuman menjadi hal yang wajib. Tak jarang, mereka yang lama tak jumpa sampai kegirangan. Saling menanti dalam kesunyian, perlahan langkah itu bertemu dengan maksud. Didukung kondisi malam, setiap percakapan dari pertemuan itu memunculkan harapan.

"Lama tidak berangkat. Semoga tetap dalam keadaan sehat. Semangat, olahraga yang teratur jangan dilupakan. Saya mencoba rutin bersepeda, menginginkan makan enak ditunda saja," ujar seorang perempuan setengah baya dengan syal hitam.

"Mungkin nanti kalau Minggu. Itu baru sempat buat jalan-jalan. Hari demi hari momong cucu, kalau Minggu gantian sama orangtuanya. Diajak sekolah Minggu. Langkah tiap Minggu menjadi berarti," jawab kawannya.

Momen itu diperhatikan Jarwo dan Handoko. Mereka duduk berdampingan. Sengaja memilik duduk di luar.

"Mungkin nanti akan lebih mudah kalau duduk di dalam. Lebih melampaui batas untuk menatap. Meski di sini dingin, apa tidak takut kalau nanti malah jadi masuk angin ?" tanya Handoko.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun