"Tapi, orang sekarang banyak yang tidak tahu diri. Bukankah itu seperti sia-sia?" jawab Jarwo ketus.
Mereka berdua akhirnya tertawa bersama.
***
Kicau burung lovebird terdengar, suasana jadi ramai. Jarwo sudah bersiap untuk pergi. Siang itu, dia berencana membeli sangkar. Meski Handoko bilang tidak usah, tapi tetap saja Jarwo merasa sangkar untuk burungnya kekecilan. Memang, burung pemakan madu tidak perlu sangkar besar. Jarwo kasihan, biar bisa terbang bebas. Mungkin, itu harapan Jarwo. Seperti dirinya, bisa bebas dan berkembang. Bukan hanya untuk berhasil, tapi mungkin juga untuk mengalami gagal. Semua akan baik-baik saja.
"Aku pergi dulu, mau beli sangkar. Mumpung ada promo, seratus ribu dapat dua," kata Jarwo pada Ibunya.
Tak ada jawaban. Hanya suara motor Jarwo yang perlahan menjauh dari rumah. Dalam perjalanan, Jarwo melihat banyak burung bebas. Hatinya jadi bimbang, kenapa dia memelihara burung dalam kurungan. Apa tidak kasihan, tapi diberi makan. Bagaimana dengan kebebasan, sangkar lebih luas jadi jawaban.
"Semoga saja ini hari baik, aku bisa menikmati dan bersyukur di tengah penderitaan hidup," kata Jarwo mendekati ATM. Ia berencana mengambil uang, untuk membeli bensin dan kurungan.
Sampai di ATM, Jarwo kebingungan. Kartu ATM tidak bisa digunakan. Sudah dua kali dicoba, tetap saja gagal. Karena panik, Jarwo memilih pindah tempat. Siapa tahu, hanya mesin ATM yang rusak. Tapi, pin yang digunakan salah.
"Suara berisik orang ngobrol. Sangat tidak sopan, itu menganggu sekali !" ujar Jarwo dalam hati. Takut dan cemas bersatu.
***
Sudah diperhitungkan, tetap saja Jarwo gagal membeli sangkar. Tak ada yang meminjami dia uang. Terus saja melangkah pulang, menikmati bunga anggrek yang mekar.