Mungkin
Cerpen Yudha Adi Putra
        Tatapan perempuan itu dingin. Dia memainkan gitar akustik. Angun dengan petikan merdu. Beberapa orang bernyanyi di belakangnya. Seperti penyanyi pada umumnya, ada pelantang. Tak kurang, alat musik lain juga meramaikan. Terus saja, perempuan tadi membiarkan banyak tatapan mata melihatnya.
        "Untung saja, aku bisa bangun pagi. Mungkin, kebingungan mencari jalan membuat sedikit terlambat," ujar Kirana.
        "Tidak terlambat. Mereka masih saja latihan. Kamu sudah hafal lagu untuk kebaktian Senin ini ?" tanya Harni.
        "Lebih ke tidak peduli. Biar saja, aku pakai masker. Kalau bernyanyi dan tidak bernyanyi semua tidak terlalu nampak. Nikmati saja,"
        Tadi, dalam perjalanan ke tempat ibadah, Kirana memang terburu. Jalanan macet, ia sempat melewati jalan yang belum pernah ia coba. Untuk menghindari polisi mengalihkan jalan.
        "Tadi, aku belok kanan di perempatan Pingit. Mencoba hal baru, jalanan cukup ramai kalau pagi. Itu mereka pemalas atau jam masuk sekolah sama semua ?" gerutu Kirana dalam perjalanan menuju kantor.
        "Memang jam segini padat semua. Kamu tahu tidak, jalan itu biasanya rawan pengecekan. Sering aku kena tilang di sana, polisinya siaga terus. Melanggar sedikit saja, langsung dikejar,"
        "Apa mungkin kerjaannya seperti itu ya mereka ?"
        "Tidak buru-buru. Tempat bekerjanya memang di sana. Seperti itu malah yang membuat kemacetan. Bukan karena banyak kendaraan. Tapi, orang memilih memutar jalan. Jalan lain bebas polisi meski tidak pakai helm,"
        "Begitulah perjuangan pagi. Aku juga melihat pengemis kecil," kata Kirana.