Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kuliah Siang

16 Februari 2023   18:00 Diperbarui: 16 Februari 2023   18:02 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kuliah Siang

Cerpen Yudha Adi Putra

Jarwo menelpon Karyo siang itu, menanti kabar. Apakah kali ini, mereka akan berangkat ke kampus bersamaan atau tidak. Jarak kos dari kampus cukup dekat. Jarwo rumahnya lumayan jauh. Hanya karena malas mengeluarkan motor, Karyo sering menebeng. Berharap bisa berhemat bensin serta ada teman ke kelas. Menghindari pertanyaan, kenapa mahasiswa semester akhir masih kuliah. Tentu mengulang kuliah karena nilai jelek.

"Tadi pagi, Karyo bilang mau bareng. Dia tidak jadi bimbingan. Sekalian saja, nanti kita datangi ke kosnya. Aku sudah lama tidak ke sana. Bagaimana penulisan skripsimu ? Sudah jadi bimbingan lagi ?"

"Sebaiknya, kita langsung ke kampus saja. Biar dia ke kampus sendiri. Manja nanti, masa mau kuliah harus dihampiri dulu."

Jarwo dan Handoko masih asyik merokok. Masing-masing dari mereka membawa buku. Tas kumal juga menemani percakapan mereka. Tidak ada makanan. Penderitaan mahasiswa akhir bulan di pagi hari. Sarapannya nanti sekalian makan siang, biar malam tinggal makan malam. Ada penghematan.

"Aku sebenarnya tidak senang dengan Karyo. Beberapa tulisannya menghina. Tidak sesuai dengan kenyataan. Memang benar sih, dia punya uang. Tapi, tidak begitu juga. Masa persoalan sumber pendapatan mahasiswa dibahas. Itukan sensitif sekali."

"Itu hanya perasaanmu saja, Han. Kalau saja kamu diposisinya, mungkin juga akan menulis hal yang sama. Hal paling dekat dengan kenyataan. Didetik-detik terakhir sudah tak penting soal idealisme ketika mahasiswa baru. Sekarang yang penting selesai bimbingan lalu ditulis saja. Biar nanti ada revisi dan lulus. Jadi, bukan karena paham itu juga dia menulis soal pendapatan mahasiswa. Hanya saja itu yang terlintas, buktinya sudah mencoba berbagai cara agar bisa diterima. Sayangnya tetap ditolak saja !"

"Bagaimana rasanya ? Kau salah satu respondennya juga ?"

"Belum tahu. Aku sebenarnya merasakan risih ketika menjawab pertanyaannya. Itu soal personal. Kadang, akan terasa sangat menyebalkan kalau ditanyakan. Memangnya apa yang bisa kita lakukan ? Cuma saling bantu. Kita semua pernah gagal." ujar Jarwo mulai menyalakan rokoknya.

***

Ketika mendekati jam masuk kuliah, Karyo tetap tidak ada kabar. Jarwo menelpon kembali. Handoko yang sebenarnya membenci, juga ikut menelpon. Hanya memastikan. Tak ada jawaban, mereka berencana mendatangi kos Karyo.

"Aku malas kalau harus lewat jalan itu. Di sana pasti macet kalau jam siang seperti ini. Kita memutar saja. Tidak apa rugi bensin sedikit yang penting tidak macet. Panas sekali !"

"Sudah kuduga, ada apa to, Han ? Apa yang salah dari perempatan itu ? Bukankah itu tempat pertama kali kita berkenalan. Dulu, di sana juga kau jadian dengan Erni, kekasihmu itu. Bilang saja, kalau ada yang tidak menyenangkan buat kamu !" kata Jarwo.

"Cek saja. Pasti jalanannya macet. Hanya itu saja. Atau, bilang saja sama Karyo kalau kita tidak bisa datang ke kosnya. Kalau sakit, nanti biar kita bilang sama dosen. Lagian, kelas dimulai setengah jam lagi. Masa masih mau lewat jalanan yang macet ?"

"Han. Bagaimanapun, Karyo juga teman kita. Dia pemimpin kita dulu. Pernah juga membantu keuangan kita di akhir bulan. Kalau dia ada kesulitan, siapa tahu  bisa kita bantu."

"Baiklah. Ayo buruan, tapi kamu yang depan, ya !"

Mereka menyusuri jalanan panas menuju gang sempit tempat Karyo tinggal di sebuah kos. Ada banyak belokkan, kalau salah belok. Bisa bertemu dengan jalan buntu. Setiap ada penanda jalan, Handoko selalu mengamati jamnya. Takut terlambat masuk kelas di siang hari. Kuliah siang memang penuh dengan perjuangan.

***

Handoko dan Karyo bersahabat sejak lama, mereka berasal dari desa di Jawa Timur. Ketika pergi ke Jogja, mereka naik bus dan berhenti di terminal yang sama. Sejak saat itu, mereke berkenalan dan menjadi teman sekampus. Pertemanan berjalan baik hingga penulisan proposal untuk tugas akhir.

"Aku mau meneliti tentang pendapatan mahasiswa dan pengaruhnya terhadap prestasi belajar !" ujar Handoko dengan bersemangat.

"Aku juga, tapi soal kontribusi mahasiswa. Masa cuma prestasi saja," ujar Karyo.

Seminggu berlalu, pengumuman proposal tiba. Proposal Handoko tidak lolos dan milik Karyo lolos dengan dosen pembimbing seorang profesor.

Godean, 16 Februari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun