Dendam Jarwo dalam Kurungan
Cerpen Yudha Adi Putra
Bulan lalu adalah pertama kali Agung bertemu Jarwo. Hanya ada Jarwo, Ibu, dan adik laki-lakinya. Kurungan burung banyak bergelantung. Di depan rumah tertuliskan, "Ternak Burung Prenjak Perlukuan". Mendekati pintu masuk, Agung terheran dengan rumah Jarwo. Semua tertutupi daun hijau. Ada berbagai aneka tanaman. Gerbang depan penuh dengan sulur. Pintu ditumbuhi lumut. Sepintas, mirip rumah tidak terawat.
        "Kalau mau burung yang lain, silakan, Mas. Untuk burung prenjak itu, tidak saya jual. Meski sudah sampai berwarna abu-abu."
        Tatapan Jarwo menyambut Agung. Dia sibuk membersihkan beberapa sangkar burung prenjak. Ada ruangan kecil di belakang rumah. Oleh adik laki-lakinya, Agung dipersilakan masuk. Hingga menemukan tumpukan buku dan laptop masih menyala.
        "Jadi, hari-harimu menulis dan memelihara burung ya, Mas ?"
        Terlihat letih, Jarwo tersenyum saja. Ia memberi aba-aba kepada Ibunya untuk mempersiapkan minum.
        "Asbaknya jangan lupa !" teriak Jarwo.
        "Mari, Mas. Saya punya banyak burung prenjak. Sudah lama ternk juga. Ada yang rajin berkicau dan belajar makan." lanjut Jarwo.
        "Saya mau burung yang kemarin di gantangan, Mas. Itu bagus sekali. Kebetulan, di rumah ada beberapa burung. Jadi, bisa tambah ramai. Itu berapa ya, Mas ?"
        Tak dijawab. Mereka berjalan menuju sebuah tempat duduk. Melihat sekeliling, Agung menemukan berbagai jenis tanaman. Ada untuk obat. Sengaja untuk tanaman hias. Sampai pohon kecil untuk memperindang halaman.
        "Kalau tanaman saja berapaan, Mas ?"