Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Meja Makan

11 Februari 2023   18:30 Diperbarui: 11 Februari 2023   18:34 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meja Makan

Cerpen Yudha Adi Putra

            Berita tak menyenangkan itu tiba. Akhirnya, calon mertua Jarwo mau datang ke kota. Kabar kedatangan calon mertua diterima tadi siang. Kini, Jarwo kebingungan. Bagaimana harus menjamu calon mertuanya ? Dari calon istrinya, Jarwo tahu kalau calon mertuanya orang yang kasar. Tiada hari tanpa bentakan. Menemui Jarwo sebagai upaya memastikan. Apakah tepat, Erni anak semata wayangnya nanti menikah dengan Jarwo. Apalagi, Jarwo mengaku bekerja sebagai pimpinan perusahaan mebel di kota. Sebagai orang desa, Pak Marwoto tentu penasaran. Apa benar, demikian yang dikatakan Jarwo.

***

            Siang tiba, di pangkalan ojek, Jarwo termenung. Mencari ide untuk menyambut calon mertuanya. Membawanya ke kos, tentu bukan ide bagus. Pengakuan sebagai pengusaha untuk mendapatkan hati Erni harus dipertanggungjawabkan, setidaknya beberapa malam. Keseharian sebagai tukang ojek, tentu berbeda dengan pengusaha. Itu hanya bualan saja. Mengaku kaya, supaya dipercaya orang desa. Orang desa tahunya, kalau di kota itu pasti orang kaya.

            "Kenapa, Jar ? Belum dapat penumpang ? Mukamu pucet sekali !" tanya Sutopo.

            "Tidak. Bingung aku. Masalahku banyak dan beruntun. Kali ini, aku tidak tahu harus berbuat apa lagi."

            "Memangnya kenapa ? Cerita sini, kitakan satu pangkalan !"

            "Beneran mau dengar ceritaku ?" ujar Jarwo memastikan.

            "Begini, orangtuanya Erni mau datang ke kota. Aku belum siap. Aku masih tinggal di kos. Kalau orang tuanya tahu, pasti tidak diizinkan aku nanti menikah sama Erni. Itu yang aku takutkan. Belum lagi, mereka mau nginep beberapa malam di kota. Aku bingung sekali."

            "Wah, berat sekali itu." Sutopo mulai menyalakan rokok.

            Pangkalan ojek sepi, tak banyak calon penumpang berdatangan. Mereka kalah dengan ojek online. Hanya mangkal di dekat terminal, malah dikira kelompok preman oleh calon penumpang.

            'Kalau begini, bagaimana. Aku ada ide."

            "Gimana, To ? Aku kasih tahu idemu ? Kamu mau bantuin aku ?"

            "Tapi ada syaratnya."

            "Apalagi ? Mau membantu kok malah dikasih syarat. Ikhlas tidak kamu itu ?" tanya Jarwo geram.

***

            Mereka menjalankan ide Sutopo. Ketika orangtua Erni datang bersama beberapa keluarga. Kedatangannya disambut di rumah majikan Sutopo. Selain menjadi tukang ojek, Sutopo juga bekerja sebagai tukang kebun di tempat majikannya. Kebetulan, majikannya sedang pergi. Jadi, bisa digunakan sementara. Itulah idenya Sutopo. Menginapkan calon mertua Jarwo di tempat majikannya. Rumah berlantai dua itu cukup memukau bagi orang desa, begitu pikir Sutopo.

            "Mari, Pak. Selamat datang. Saya Sutopo, supir pribadinya Jarwo. Saya diminta menjemput bapak dan keluarga untuk diantar ke rumah." kata Sutopo ramah pada Pak Marwoto. Mereka bertemu di bandara. Tampak rombongan dari desa itu terheran.

            "Calon suamimu punya supir pribadi, Mbak ?" tanya adiknya Erni pada Erni. Bingung menjawab apa. Erni hanya tersenyum. Dalam hati, ia bangga bisa memiliki calon suami yang kaya. Semoga, kali ini benar dia bisa menikah. Sudah enam lelaki gagal menikah dengannya. Alasannya sama, Pak Marwoto tidak setuju.

            "Baik. Terima kasih. Tolong itu barang bawaan kami dibawakan ya," ujar Pak Marwoto dingin. Sebagai pensiunan tentara, dia tak banyak senyum. Tetap berusaha berwibawa.

            "Siap, Pak !"

***

            Perjalanan menuju rumah majikan Sutopo, Jarwo kebingungan. Ia bingung memilih baju. Tidak tahu, pengusaha mebel pakai baju seperti apa. Telponnya berdering, ada suara masuk dari Sutopo. Sengaja dia matikan, tak dijawab.

            Di tempat lain, Sutopo kebingungan juga dengan pertanyaan Pak Marwoto. Keseharian sebagai supir, ditanya dimana Jarwo malah tidak tahu.

            "Biasanya, Pak Jarwo ada rapat. Jadi, saya harus membantu menjemputnya."

            "Meski untuk calon mertuanya. Dia tidak bisa menjemput untuk kita ?" tanya Pak Marwoto. Sutopo keringat dingin.

            "Mohon maaf, Pak."

            Perjalanan berlanjut dengan begitu dingin. Mereka berlima di mobil tanpa bicara. Hingga tiba di sebuah rumah, Pak Marwoto tertegun.

"Bukankah, ini rumah atasan saya waktu dulu kala dinas jadi tentara ?"

"Pak Marwoto."

Seorang perempuan menyapa dari mobil lain. Seperti berjumpa teman lama, Pak Marwoto asyik bercerita. Sutopo keringat dingin. Bingung. Di tempat lain, Jarwo membenturkan kepalanya di meja makan.

Godean, 11 Februari 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun