"Aku tadi melihat sawah. Petani sepertinya sedang gagal panen. Mereka sedih, tak bisa menikmati hasil panen." lanjut Jarwo dengan menunjukkan beberapa jepretan di gawainya. Ada hamparan sawah luas. Tapi, suasananya kering. Tanaman padi tertunduk lesu.
"Aku sempat bertanya kepada mereka. Kenapa bisa tanaman padinya tidak panen. Macam-macam jawabannya. Keluhan mereka unik. Dari masalah air sampai sinar matahari tak pasti." Jarwo menjelaskan dengan bersemangat.
"Itu untuk penelitianmu atau bagaimana ?"
"Hanya untuk bersenang-senang. Rasanya asyik. Bisa bersama petani di sawah. Menikmati panas mentari kala siang. Sore hari tak bisa dilewatkan. Dibandingan menanti balasan dari dosen. Ke sawah mungkin waktu akan lebih cepat berjalan ?" lanjut Jarwo.
"Sepertinya ada yang sedang pusing dengan skripsinya." kata Ibunya Jarwo dengan menahan tawa. Tak lama, Bapaknya Jarwo pulang. Ada beberapa barang bawaan. Dan yang mengejutkan Jarwo adalah cangkul. Untuk apa, seorang guru membawa cangkul sepulang dari sekolah ?
***
Sawah menyimpan cerita. Ia lebih indah dari sekedar tumpukan padi. Ia tempat tinggal banyak hewan. Menyimpan banyak nyawa. Menjadi harapan petani. Tua dan muda, semua berkreasi bersama. Berjuang untuk mendapatkan harapan dari tumbuhan. Bisa apa saja, tak hanya padi.Â
Memang, sepulang dari merantau. Pemuda membawa harapan pada desa. Menanam lebih canggih lagi. Berjuang menukar malam dengan keringat. Jaminan tak ada, hanya senyuman menghiasi lelah.
"Mas. Bawa korek tidak ? Saya mau pinjam." ujar lelaki tua sambil mendekati Jarwo. Tanpa rasa malu, Jarwo mengulurkan tangannya. Ada korek warna biru diserahkan.
"Ini, Pak. Sudah banyak rumputnya ?"
"Cukup, Mas. Saya punya dua ekor ternak. Ada kambing dan sapi. Semua senang rumput di sini."