Anggrek Putih
Cerpen Yudha Adi Putra
Gerimis menyapa pagi ini. Rumah bercat biru itu basah. Matahari tak tampak. Kicauan burung terdengar malas. Tak bersemangat. Padahal, ini hari Senin. Tapi, suasana rumah Pak Haryo sudah ramai. Semua mengerjakan tugas masing-masing. Bu Erni mempersiapkan sarapan. Anak-anaknya mulai menatap buku. Pak Haryo masih sibuk dengan koran dan pena.
"Ini hari pertama masuk kuliah ya ?" tanya Pak Haryo. Suasana rumah begitu hangat. Setiap anggota keluarga tahu kesibukkan masing-masing. Meski begitu, mereka tak saling ganggu.
"Iya. Pak. Bapak ngajar di hari Senin ?" sahut Bu Erni. Istrinya, sekaligus seorang guru di SMA ujung desa.Â
Sebagai seorang istri dosen, Bu Erni tahu betul pekerjaan suaminya. Banyak buku dibaca. Jurnal dibeli. Koran dan majalah tak boleh ketinggalan. Ia tak pernah mempermasalahan itu. Hanya saja, ketika dimana-mana ada bacaan. Ia mulai marah.
"Bu. Kamu tahu buku metodologi penelitian yang warna biru tidak ?" tanya Pak Haryo.
"Kemarin ditaruh dimana ?" ujar Bu Erni sambil berjalan menuju rak buku. Tangannya meraih buku berwarna biru. Buku itu ditunjukkan pada suaminya.
"Lain kali, kalau selesai membaca. Tolong dikembalikan di tempatnya. Jangan ditaruh di meja makan. Makan saja bawa buku !" ujar Bu Erni. Wajahnya nampak kesal.
Pak Haryo hanya tersenyum. Tak ada permintaan maaf. Mereka lalu makan bersama. Pagi itu, Bu Erni masak sayur asem, dengan lauk ikan asin, ada sambal trasi menemani. Tidak lupa, kerupuk udang pemberian mahasiswa kemarin disajikan juga. Suasana makan di meja makan begitu menyenangkan.
"Aku semester ini membimbing tiga mahasiswa untuk skripsi. Satu mahasiswa berprestasi, dia pintar menulis. Namanya Jarwo Winoto. Tapi, aku belum baca tulisannya. Dua yang lain, aku tak begitu mengenali." kata Pak Haryo setelah selesai makan.
"Dulu, kita juga jadi mahasiswa yang tidak begitu dikenali ya, Pak." kenang Bu Erni.
"Itu aku. Kalau kamu dulu kan lulusan terbaik. Tidak ada dosen yang enggak kenal sama kamu. Bangga sekali aku dulu, bisa mengenalmu." ujar Pak Haryo.
"Jadi, dulu Bapak sama Ibu itu satu kampus ? Satu jurusan juga ?" tanya Beni. Anak sulung mereka yang mulai hari itu masuk kelas satu SMP.
Tak ada jawaban, hanya senyuman menghiasi wajah Pak Haryo dan istrinya. Lalu, mereka bercerita soal anggrek putih. Anggrek itu mekar.
"Kalau tidak salah. Itu kenang-kenangan dari mahasiswa ya, Pak ?"Â
"Bukan. Itu dari dosenku dulu."
"Waktu beliau meninggal. Aku melayat dan sempat aku ditawari anggrek oleh anaknya. Tentu aku bawa satu," kenang Pak Haryo.
***
Pagi ini, mungkin hanya anggrek putih yang menghibur Jarwo. Anggrek putihnya mekar. Harum dan cantik. Pagi mendung tak mengurangi keindahannya. Entah, dengan menatap dan menghirup anggrek, Jarwo sejenak bisa melupakan masalahnya.
"Aku takut menghubungi dosen pembimbingku," gumam Jarwo.
"Padahal, hari ini adalah hari pertama kuliah. Sudah bisa menghubungi dosenku. Aku takut dengan Pak Haryo, dia sepertinya seram,"
Anggrek hanya tersenyum. Seolah, siap mendengarkan keluhan Jarwo. Apa saja, tak hanya ketakutannya menghubungi dosen.
"Uang kuliah harus segera dibayarkan. Kalau tidak, kamu harus cuti dulu semester ini."
Ucapan pegawai biro keuangan itu membuat Jarwo semakin sedih. Uang kuliahnya tertunda dibayar. Tak ada uang. Untuk hidup sehari-hari saja, Jarwo kesulitan.
"Tinggal skripsi saja. Setelah lulus, kamu bisa mencari pekerjaan. Semangat. Kamu pasti bisa !" ujar lirih tetangga Jarwo. Bayangan ketika Bapaknya meninggal terekam jelas. Dan semua itu, seolah sirna. Ada anggrek putih sedang menghiburnya.
"Wah. Ada anggrek sedang mekar. Baunya harus sekali." seorang pedagang sayuran mendekat.
"Iya, Bu. Baru mekar tadi pagi ini. Ada sosis tidak bu ? Saya mau buat mie pakai selada dan sosis." tanya Jarwo.
Kedatangan penjual sayuran menepiskan waktu Jarwo dengan anggrek putihnya.Â
"Kalau anggrek mekar. Itu artinya pertanda baik. Ada keberuntungan dan kelembutan hati," ujar pedagang sayuran. Ia mencium anggrek dengan lebih dekat.
"Apa benar, Bu ?" tanya Jarwo ingin memastikan.
Tak ada jawaban, pedagang sayuran asyik dengan anggrek Jarwo. Perlahan namun pasti, keberanian Jarwo tumbuh. Setelah sarapan, ia akan mulai menghubungi Pak Haryo, dosen pembimbingnya.
Godean, 06 Februari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H