***
Minggu ini, Jarwo janjian bertemu di sebuah tempat. Tempat untuk membuat kerajinan. Ada rencana mulai bisnis. Jarwo bekerja sama dengan beberapa pengrajin dari Bantul.
"Saya sudah lama ingin bertemu dengan Pak Haryo. Hanya mendengar cerita dan kisahnya di koran. Rasanya, dia punya teladan yang hebat untuk kita !" ujar Jarwo.
"Benar. Tapi, saya belum pernah bertemu langsung. Beberapa karyanya pernah saya miliki. Ada kursi sampai hiasan di dinding. Indah sekali." sahut seorang perempuan di samping Jarwo.
Mereka berniat bertemu Pak Haryo, seorang pengusaha kerajinan. Sudah janjian lama. Rencana bertemu juga sudah jauh hari, tapi sering batal. Lebih tepatnya, Pak Haryo membatalkan secara sepihak.
"Kenapa Pak Haryo sulit ditemui ya ?"
"Fotonya jarang terpampang. Hanya hasil karyanya saja. Tipe seniman yang rendah hati mungkin ?"
Sambil menunggu acara di mulai, percakapan tentang siapa Pak Haryo semakin seru. Ada banyak dugaan. Mulai dari kerendahan hati seorang seniman sampai maestro yang berjalan di jalan sunyi.Â
"Seniman pasti butuh kontemplasi. Ada perupa yang sampai sekarang tidak punya gawai !" ujar Jarwo. Merasa paling dekat dengan Pak Haryo, dia bersemangat menjelaskan setiap kesibukannya.Â
"Kemarin, beliau baru saja ada pameran di luar negeri !"
"Kamu melihatnya Mas Jarwo ?"
"Ah. Tentu saja tidak. Saya hanya mendengar berita." ucap Jarwo sambil cengengesan.