Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dana Belum Cukup

5 Februari 2023   15:35 Diperbarui: 5 Februari 2023   15:38 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dana Belum Cukup

Cerpen Yudha Adi Putra

Malam Minggu berhiaskan hujan. Jarwo berkumpul dengan teman-teman. Malam ini cukup meriah, meski terguyur hujan. Acara rukun tetangga di desa selalu dinantikan. Kali pertama, Jarwo ketempatan. Dia senang bisa bertemu teman-teman. Menyambut di rumahnya. Meski sederhana, antusias temannya tetap tinggi. Ada kembang desa datang. Jarwo menduga, mungkin itu alasannya.

"Untung saja, selaman Erni datang. Jadi bisa meramaikan." ujar Jarwo sambil mulai menyalakan motornya. Pagi itu, dia berencana pergi ke Bantul.

"Mungkin perasaanmu saja. Memang acaranya bagus. Rukun tetangga, kita jadi bisa saling tahu dan berkenalan." balas tetangganya. Rumah Jarwo berdekatan dengan tetangga. Hanya pagar pohon kecil yang membatasi. Jika itu ditebang, pasti sudah langsung berhadapan.

"Tapi, aku bersyukur. Hidup di sini amat menyenangkan. Bisa berkumpul dan berbagi cerita. Tidak semua desa punya kebiasaan seperti itu. Arisan lima ribuan juga sudah cukup meriah. Meski, lebih sering uang habis untuk beli makanan." lanjut Jarwo. Ia sengaja berkata demikian, menyindir tetangganya yang baru dapat arisan. Tarmo hanya tersenyum. Rokok dimulutnya mulai dinyalakan.

"Jarwo, apa kamu tahu. Besok anak Pak RT mau ke kota. Dia mau merantau. Bisa jadi, selamam itu perpisahannya dengan kita. Hanya tidak berani mengatakan saja."

"Semoga. Dia beruntung, kemarin kakaknya juga merantau. Tapi, malah terlilit utang hingga Pak RT menjual sawah. Merantau mau mengadu nasib malah merugi. Lebih baik di desa saja, mengurus sawah. Makan tak kekurangan." ujar Jarwo sambil mulai memakai helmnya.

"Sudah. Saya pamit dulu, Lik Tarmo. Takut terlambat, apalagi ini hari Minggu. Jalanan macet !" 

"Mau kemana memangnya ?" tanya Lik Tarmo.

Tak terdengar sahutan, Jarwo hanya meninggalkan bunyi klason. Menyusuri jalanan desa, Jarwo menyapa beberapa tetangga. Pagi di desa memang menyenangkan. Udara sejuk dan kicau burung terdengar jelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun