Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pesanan

23 Januari 2023   10:50 Diperbarui: 23 Januari 2023   11:10 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pesanan

Cerpen Yudha Adi Putra

Pagi sudah menyambut. Burung berkicauan. Bunga mulai mekar. Embun masih nampak membasahi daun-daun di taman. Suasana pagi yang damai di pedesaan. Tapi, tidak dalam rumah Bu Kapti. Ada saja perabotan yang terbang. Itu sebagai upaya membangunkan suami. Tak jarang, perasaan kesal menjadi dominan.

"Kau ini bekerja ! Beras habis. Listrik habis dan sekarang, gas juga habis !" teriak Bu Kapti.

Lelaki yang memakai kursi roda itu hanya terdiam. Ia sudah kebal dengan amarah istrinya tiap pagi. Ada saja yang dibahas. Mulai dari kenapa dulu mau menikah dengannya sampai uang bulanan yang tidak pasti. Maklum saja, apa yang bisa diandalkan dari penjahit sepatu ?

"Sabar, Bu. Tidak baik kalau didengar sama tetanga,"

"Sabar terus. Tiap hari disuruh sabar. Mau makan sabar ?" bentak Bu Kapti.

"Boleh. Tapi, lauknya apaan ? Kalau makan sabar lauknya ayam goreng pasti enak, Bu," balas Pak Dono. Tanpa merasa bersalah. Ia bermaksud bercanda. Tapi, istrinya malah tambah marah.

"Gasnya habis ! Cari gas sana !"

Tabung gas berwarna hijau dibawa oleh Bu Kapti. Tabung itu diletakkan di sebuah motor dengan modifikasi. Motor dengan roda ada empat, khusu bagi penyandang disabilitas.

"Jangan lupa diikat, Bu !" teriak Pak Dono. Ia malah menyalakan rokok.

"Kopinya mana, Bu ?"

"Gas tidak ada. Malah minta kopi. Cepat pergi, cari gas dulu !"

"Aku mau mempersiapkan pesanan," lanjut Bu Kapti.

Mengendarai sepeda motor di pagi hari memang bukan kegiatan baik bagi penyandang disabilitas. Jalanan ramai. Belum lagi, tidak semua ramah dengan penyandang disabilitas. Kebanyakkan hanya merasa kasihan, bukan memberikan kesempatan. Itu semua dirasakan oleh Pak Dono. Memangnya, siapa yang mau dalam keadaan menjadi penyandang disabilitas ?

***

Sebuah rumah kecil menghadap ke arah timur menjadi tujuan Pak Dono. Halaman rumahnya penuh dengan burung, bukan burung hinggap di pohon. Tapi, dikurung dalam sangkar. Orang kampung tahu betul, di sana adalah tempat tinggal Mbah Yanti dan suaminya, seorang penangkap burung.

"Mbah, ada gas tidak ?" tanya Pak Dono. Melangkah mendekati sepeda motor beroda empat, seorang perempuan paruh bawa menurunkan tabung gas kosong. Ia membantu Pak Dono.

"Gas naik. Semua naik. Bensin harganya berapa sekarang?" kata Mbah Yanti.

"Bu, kopinya mana?" teriak suami Mbah Yanti.

"Eh, ada Pak Dono ! Mampir, Pak. Kemarin, saya menangkap burung prenjak. Ada yang kepala merah!" lanjut seorang laki-laki berambut panjang. Tapi, semua rambutnya sudah putih. Giginya ompong karena malas gosok gigi atau karena merokok ?

"Mau beli gas, Pak. Istri sudah ngomel-ngomel!" kata Pak Dono.

"Biasa itu,"

Tak di sangka, ada suara burung prenjak. Berkicau keras di dekat motor modifikasi. Mbah Yanti mulai mengeluarkan tabung gas berwarna hijau dengan tulisan "KHUSUS MASYARAKAT MISKIN".

"Mbah, burungnya bagus. Kita pikat saja itu !"

"Sialan. Itu burungku yang lepas. Aku lupa menutup pintunya !" teriak suami Mbah Yanti.

Tampak Pak Dono malah tertawa.

"Itu pesanan bukan, Mbah?"

"Gasmu itu yang awalnya pesanan. Tapi, sudah tiga hari tidak ada yang ambil. Harganya naik. Di warung sebelah itu, keuntungan dibuat dua kali lipat. Tega sekali !" kata Mbah Yanti.

"Semua butuh makan !" kata suami Mbah Yanti.

***

Pak Dono kembali melanjutkan perjalanan untuk pulang. Sampai di rumah, bukan istri yang menyambutnya. Tapi, beberapa orang berseragam. Mereka mengaku dari kepolisian.

"Ada apa ya, Pak ?" tanya Pak Dono. Ia berusaha perlahan untuk turun dari motor modifikasinya.

"Kami mencari seseorang, bernama Bu Kapti. Apakah, Bapak tahu ?" tanya seorang dari mereka.

"Itu istri saya, Pak !"

"Begini, Pak. Bu Kapti terlibat kasus prostitusi. Ia menjadi germo yang menyediakan perempuan bagi banyak pejabat. Sekarang, kami sedang mencari keterangan dari beliau. Tapi, tidak ada di rumah!"

Setelah mendengar ucapan itu, Pak Dono mulai mengerti. Apa yang dimaksudkan pesanan oleh istrinya.

"Pak, bangun. Apakah bapak baik-baik saja?" seorang berseragam yang lain mendekat.

Tidak nampak apa apa. Semua menjadi gelap.

Godean, 23 Januari 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun