"Mbak. Ada banyak kunang-kunang di luar. Ayo kita tangkap !" pinta Beni, adik laki-laki Dara yang masih kelas tiga di SD dekat gereja.
        "Kok malah bermain. Tugasmu sudah dikerjakan belum ? Ada tugas tidak ?" tanya Dara. Ia tak menatap adiknya yang sudah membawa senter. Siap menangkap kunang-kunang.
        "Belum. Aku bosan sekali," jawab Beni.
        Mulai berdiri, Dara menghampiri Beni. Ia tinggalkan sebentar laptop menyala. Belum ada tulisan yang ditulisnya. Kesal dan bingung. Mau menulis, adiknya malah mengajak bermain.
        "Tugasnya kita kerjakan dulu saja. Baru setelah itu, kita bermain. Bagaimana?"
        "Nanti keburu malam. Aku besok libur," jawab Beni tak peduli dengan ucapan kakak perempuan itu.
        Mereka melangkah bersama menuju halaman rumah. Kunang-kunang bertebarang. Maklum saja, rumah mereka ada di pinggir sawah. Jangankan kunang-kunang, ular saja bisa masuk dalam rumah kalau hujan tiba.
        "Bapak kemana, Bu ? Kok belum pulang ?" tanya Dara. Ia mengamati teras rumah yang juga menjadi parkiran motor. Hanya ada dua motor, miliknya dan motor yang digunakan Ibunya berjualan di pasar.
        "Lembur katanya. Ada proyek di Magelang. Ada giliran ronda memang, jadi nanti tolong antarkan makanan ya !" pinta Ibunya Dara.
        Seolah kesal karena malah diminta pertolongan, Dara tak menjawab. Ia fokus melihat kunang-kunang bertebarang. Ada yang hinggap di dahan bunga anggrek miliknya. Tidak jarang mendekati tempat mereka duduk. Beni berlarian, ada jaring ikan di tangannya. Siap menangkap kunang-kunang yang berlarian.
        "Buat apa kalau ditangkap nanti itu, Ben ?" Dara bertanya. Ia senang, adiknya sudah sembuh setelah seminggu terkena demam berdarah. Sebuah kejadian yang menguras tabungannya.