***
Sejak ia ditelpon Walidi, semangat untuk ke gereja menjadi menurun. Yudhis mulai sebal. Perubahan terjadi setelah banyak peristiwa dialami, kebetulan saja. Momen ditelpon Walidi menjadi memuncak. Tepat ketika malam Minggu. Besok dimulainya panggung boneka. Ada kecewa, marah, kesal, tapi sebenarnya untuk apa ?. Yudhis hanya ingin punya kehidupan lain, tidak hanya di gereja dan bersama orang yang sama terus.
Karena perasaan tak menentu, malam Minggu menjadi kelabu. Semua rencana berpergian menjadi batal. Mulai janjian melihat pameran, menonton film, sampai membaca cerita pendek di laptop kesayangan. Setelah makan malam seadanya, Yudhis tiduran. Ia mengamati pesan di gadgetnya.Â
Beberapa panggilan masuk dan ajakan. Semua sama. Mengajak mendekorasi panggung boneka. Sengaja, tak direspon. Ia keasyikan menghubungi pacarnya. Tapi, tetap saja. Kejenuhan melanda. Mulai makin menjadi, Yudhis membenci orang di gereja. Bersamaan itu Ibunya bertengkar dengan Bapaknya, karena uang bulanan tidak seberapa. Adik laki-lakinya bingung, tak ada yang mengajari mengerjakan tugas matematika. Suasana malam Minggu menyedihkan bagi Yudhis.
Telpon di gadgetnya tak henti, ada saja orang mengajak ke gereja. Mendekorasi panggung boneka. Tapi, Yudhis hanya perlu sebuah informasi soal waktu. Layar menampilkan 20:31 WIB. Ia bergegas. Kata tetangganya, ada pasar malam di lapangan depan rumah. Meski berjarak lima puluhan meter, itu tak berarti. Setidaknya, bisa melepaskan penat karena suasana riuh. Begitu harapan Yudhis.
Waktu tiba di pasar malam, suasana ramai. Nampak orangtua dengan anaknya. Kekasih dengan pacar atau selingkuhannya mungkin. Semua bersama-sama. Hanya Yudhis sendirian, menyalakan rokok dan mulai berkeliling melihat suasana. Ada banyak arena bermain. Sebuah kora-kora. Ramai dengan teriakan. Mereka bersama, tapi asyik juga dengan tatapan masing-masing.
        "Permisi, Mbak !" ucap Yudhis.
        "Mas, kalau jalan pakai mata ! Itu, kaki pacar saya keinjak !" teriak seorang lelaki dengan jaket hitam. Ia nampak marah. Yudhis tersenyum. Hatinya tak ciut meski dibentak. Karena sangat ramai, Yudhis hanya menatap sekeliling, melihat semua tawa ceria, entah benar atau bohong. Bahkan seluruh pasar malam penuh dengan suara.
***
Dari arah Barat, ada seorang lelaki dengan rambut dicat putih. Ia bersama istri dan anak perempuan. Asyik merokok. Sangat menikmati ramainya pasar malam. Tak disangka, ia menyapa Yudhis.
"Dengan siapa ? Kok muter-muter sendirian ?" tanya lelaki itu sambil membuang putung rokoknya. Sebenarnya belum habis, tapi mau mengobrol dengan bukan perokok. Tentu, perlakuannya akan berbeda. Lelaki berambut cat putih itu menghormati kawan yang tidak merokok.