Perempuan yang Melajang hingga Tua
Cerpen Yudha Adi Putra
        Mungkin pagi itu tak akan pernah dilupakan oleh Darso. Karena di rumah tidak ada makanan, ia pergi untuk membeli makan di desa sebelah. Dalam perjalanan, ada perempuan mendorong sepeda motor dengan kepayahan. Darso berniat menolong.
        "Motornya kenapa, Mbak ?" tanya Darso sambil memperlambat laju motor tuanya.
        "Tidak tahu, Mas. Tiba-tiba berhenti dan tidak mau menyala," ujar perempuan itu sambil menunjukkan wajah ketakutan.
Wajar saja, banyak berita soal kejahatan jalanan yang membacok pengendara motor lalu meninggalkan pergi begitu saja. Tapi, ketika melihat penampilan Darso sepenuhnya, perempuan tadi sedikit lega.
        Lelaki usia empat puluhan dengan sarung sebagai kalung dan pakaian batik lusuh. Sama seperti bapak-bapak di desa pada umumnya.
        "Boleh saya cek, Mbak? Siapa tahu, saya bisa membantu ? Mbak mau pergi ke mana ?" Darso berusaha menawarkan bantuan. Ia memarkirkan motornya dan mendekati motor perempuan tadi.
        "Wah, boleh, Mas. Kebetulan, saya mau ke Pasar Sendangadi. Masih lumayan jauh," perempuan tadi menyebut nama Sendangadi. Sebuah daerah penghasil bunga hias dan di sana ada banyak kreasi hiasan dengan bunga.
        "Iya itu, Mbak. Mbak sendiri dari mana ?" tanya Darso.
Seketika, ia merasa takjub melihat wajah cantik perempuan tadi. Meski masih tertutup helm. Sorot mata dan penampilannya menunjukkan kalau dia perempuan cantik. Semacam kembang desa. Mereka bertukar cerita sembari Darso mengecek sepeda motor biru tua itu.