Senyuman Penjual Tahu
Cerpen Yudha Adi Putra
"Kalau hubunganmu dengan orang lain baik, nanti masalah rumit akan jadi sederhana. Begitu juga sebaliknya, saat relasi tidak dekat atau hubungan penuh masalah. Nanti, masalah sederhana akan diperumit, percayalah!" kata Eko sambil menaburkan sedikit cabai pada gorengan pesanan pembeli.
Pembeli berbaju batik itu merasa mendapatkan wejangan. Wajah lapar sekaligus tercerahkan karena ucapan Eko. Seperti biasa, ketika pembeli tadi sudah mendapatkan pesanan. Ia membayar dengan uang lebih. Ada kesengajaan yang menjadi kebiasaan, Eko kira dulu karena kasihan. Maklum saja, mukanya melas saat berjualan gorengan.
"Sudah, kembaliannya buat Mas saja, terima kasih ya. Saya jadi lebih percaya diri, semua bisa dilalui. Doanya ya Mas !" ucap pembeli lalu pergi meninggalkan gerobak lusuh milik Eko.
Bentuknya memang seperti gerobak. Tapi, sudah dimofikasi sedemikan rupa untuk menjual gorengan. Jadi, ada tempat lebar untuk meniriskan minyak goreng dan gorengan hanya siap untuk disantap. Eko juga menyediakan cabai, walau tidak banyak. Cabai dan gorengan bisa menjadi paduan nikmat saat dimakan setelah bermacet-macetan pulang kerja.
"Kalau sarjana, kenapa hanya jualan gorengan ya ?" terdengar di telinga Eko, seorang perempuan menyindir dirinya.
"Tidak masalah. Kamu saja yang suka komentar sama hidup orang lain. Jual gorengan juga enak, belum lagi itu bisa mengurangi saingan pencari kerja seperti kita," celetuk kawan lain. Ada dua perempuan menanti gorengan Eko. Mereka berbaju putih dan celana hitam, lengkap dengan tas dan wajah lapar karena kelelahan seharian.
"Sebelumnya pernah menjadi guru. Tapi, dia tidak mau mencukur rambutnya. Jadi, dia tidak bisa mengajar" lanjutnya.
"Dari mana kamu tahu?" tanya perempuan dengan tas hitam.
"Dulu Ibuku bercerita. Dia mengajar di SMP. Hanya beberapa pertemuan saja,"