Kurungan Sekat
Cerpen Yudha Adi Putra
        Aku memisahkan dua ekor burung yang tinggal di dalamku. Mereka nampak saling berbicara. Tidak jarang berteriak memanggil sebuah nama. Prenjak. Seperti pagi ini, dua burung saling sahut-sahutan. Aku senang.
Alunan Prenjak Jeki
        Kenapa aku harus berada dalam sangkar kecil ini ? Aku ingin sekali bebas. Terbang mencari makan. Tapi, tidak hanya makan yang akan aku cari. Bukankah seperti itu pandangan manusia ? Kebutuhan kami hanya makan dan minum, sesekali kawin. Tidak. Kami juga ingin bisa bertarung, hidup berkoloni, dan tidak jarang kami mau belajar. Belajar apa ? Banyak hal. Ada banyak peristiwa menyenangkan untuk dilihat. Tidak hanya bertarung dalam gantangan saja. Aku ingin mencakar musuhku. Siapa memangnya yang berani membalas kicauanku ? Permainan dengan kicauan suara Jely membuatku semakin panas. Jely dimana ? Aku hanya mendengar kicauanmu saja. Suatu saat nanti, kita bisa berjumpa ?
Alunan Prenjak Jely
        Memangnya enak ? Pindah-pindah tempat hanya untuk menggoda lelaki. Aku memang prenjak betina. Dalam perasaanku, ingin sekali setia pada satu pasangan. Menyebalkan sekali, terpisah pada sebuah jarak, lebih tepatnya sangkar menyebalkan ini. Aku kira, manusia itu egois. Apa salahnya dari kicauanku ? Kenapa hanya dipakai memancing prenjak jantan ? Aku juga bisa membunuh mereka. Prenjak betina bisa bertarung. Tidak jarang, aku bisa mendiamkan prenjak jantan yang kurang ajar. Seolah datang ke sangkarku, lalu berjanji akan mengajakku terbang bebas dan membuat sangkar. Tapi, apa bisa membuka pintu sangkar ini ? Buatan manusia sungguh menyebalkan.
Alunan Prenjak Jeki
        Waktu akan terus berjalan, aku ingin bebas dan makan enak. Memang, seminggu dua kali ada kroto di sangkar. Bukankah lebih menyenangkan kalau bisa berburu sendiri ?
Alunan Prenjak Jely
        Sementara makanan enak tersedia, ada kehilangan yang aku rasakan. Pada sebuah pagi, panggilan datang. Sebuah kicauan seolah dia paling jantan. Aku memang pernah kagum padanya. Perilaku agresifnya sebagai burung menarik perhatian. Sayang sekali, manusia menjadikannya aduan hingga mati. Menyesal tiada arti, mencetak prenjak aduan seperti dia tidak mudah. Mungkin itulah alasannya, aku dikurung dalam sangkar sekat ini. Siapa memangnya yang ada di sebelahku ? Jarang sekali aku mendengar dia berkicau. Apa dia masih anak-anak ? Masa aku harus melatih anak-anak bertarung ?
Alunan Prenjak Jeki
        Sialan. Aku mendengar banyak hinaan. Siapa prenjak di sampingku ? Apa dia betina ? Tapi kicauannya sangat bervariasi. Aku kalah. Tidak mungkin berlama-lama di sini. Bisa saja itu membuatku menjadi stress. Kenapa ada burung prenjak aneh seperti dia ? Pasti sudah dilatih oleh manusia. Dia seperti terlatih untuk memancing amarah. Untuk setiap burung prenjak yang mendengarkan kicauannya pasti tertipu. Ada saja alasan untuk mendekat, hingga kaki dan bulunya terkena getah lengket.
Alunan Prenjak Jely
        Apa yang dipanggil dalam sebuah pagi ? Selain suara prenjak. Aku merasakan kalau sangkar yang aku tinggali bisa merasakan isi hati. Kenapa aku tidak berdamai dalam kurungan ini ? Sepertinya itu lebih sehat dari pada berusaha keluar namun kecewa yang menyambutku. Bukan tak berhasil, hanya saja kemungkinan untuk terbang sangat sulit. Pemilik sangkar sekat ini sepertinya pernah kecewa dengan melepaskan burung. Apa sebenarnya yang diinginkan ? Ada dilepas, kalau tidak ada dicari sampai tega menyakiti. Mereka bermain nyawa, tidak hanya itu, mainan hati.
                                                Sebuah sangkar sekat, 09 Januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H