Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senyum Titin

25 Desember 2022   21:10 Diperbarui: 25 Desember 2022   21:17 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

                "Titin sudah tidak bisa ditolong lagi. Dia pasti akan meninggal karena kehabisan obat, aku tak tahan lagi merawatnya, sampai aku dipecat. Uangku habis untuk biaya anak itu,"

                "Kasihan sekali anak manis itu," jawab Tito.

                "Kalau kau iba dengan kondisi Titin. Bolehkah aku meminjammu uang?"

                "Maaf, aku tidak punya uang. Semoga saja, ada orang lain yang mau menolong Titin,"

                "Siapa lagi ? Semua sudah aku usahakan, tidak ada lagi," Wito mulai meluapkan kekesalannya.

                Wito beranjak dari kursi. Ia kemudian pergi meninggalkan Tito. Perjalanan ke tempat lain dimulai, ia mencari orang yang mau meminjami uang. Sebelum sampai jalan raya, lelaki yang dahulu dikenal sebagai buruh pabrik itu teringat akan seorang wanita.

                "Mungkin saja, Lilis mau meminjamiku uang. Katanya, dia sekarang menjadi janda dengan anak satu. Usaha salonnya juga sudah semakin bercabang banyak. Ah, aku coba saja. Pasti dia mau," ujar Wito.

                Ia menyaksikan salon dengan foto perempuan yang mungkin puluhan tahun lalu pernah mengisi hatinya. Hanya karena hubungan mereka tidak direstui, mereka tidak jadi bersama. Hingga Wito menikah dengan Asih dan Lilis juga menikah, tapi bercerai.

***

                Wito merasakan dadanya sesak, ketika tahu kalau hutang Asih semakin banyak untuk membeli keperluan Titin, belum untuk keperluan mereka sehari-hari. Putri semata wayangnya itu menderita downsindrome dan harus obat jalan. Tanpa memiliki uang, Wito meminta Asih membawa Titin ke pusat rehabilitasi. Wito sedikit merasa lega saat Titin berangsur mulai terawat, meski pun motor milik Asih harus dijual terlebih dahulu.

                "Keperluan hidup semakin banyak. Uang hasil menjual motor sudah habis, Mas. Apa kau belum dapat pekerjaan juga?" kata Asih sambil membuatkan kopi untuk Wito. Wajahnya nampak murah seperti adukan kopi sajiannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun