Senyum Titin
Cerpen Yudha Adi Putra
Dalam rumah Asih, anak pertamanya menjadi anugerah sekaligus musibah. Seorang anak perempuan yang tumbuh semakin dewasa, nampak cantik menggoda ketika ada lelaki melihat parasnya.
        Sesudah ulang tahun ke duapuluh, anak perempuan Asih makin cantik. Tapi, keadaan suaminya semakin memprihatinkan. Genap tiga bulan, Wito, suami Asih dipecat dari pekerjaannya. Mencoba bergabung dengan ojek daring, namun modal kurang. Asih sehari-hari menemani putri semata wayangnya.
        Selepas pulang dari pasar, Asih memberi tahu suaminya soal cicilan motor dan hutang beras. Dengan hati yang tidak menentu, Wito mencari hutang lagi. Prinsipnya, gali lubang dan tutup lubang. Hanya dengan memanfaatkan belas kasihan saudara, mereka bertahan hidup. Wito menemui Tito untuk meminjam uang. Di rumah Tito, ia berhadapan dengan dua ekor anjing sebelum dipersilakan masuk oleh kawannya itu.
        "Saya kira siapa, ternyata Mas Wito. Lama tidak berjumpa. Bagaimana kabarnya Mas? Titin sudah sembuh ya ? Akhir-akhir ini saya tidak melihatnya di pusat rehabilitasi." sapa Tito
        "Iya. Lama tidak bertemu ya. Begini, To. Memang Titin sudah tidak rebabilitasi lagi. Bagaimana anakmu, To," ungkap Wito spotan.   Â
        Seperti berjumpa kawan lama. Mereka akrab dan percapan ditemani kue buatan istrinya Wito,
        "Apa hendak meminjam sesuatu untuk keperluan Titin ?"
        "Benar!"Wito menjawab dengan muka tertunduk. "Ada yang akan meninggal sebenarnya,"
        "Apa? Siapa yang mau meninggal ? Titin sakit?" jawab Tito mulai ikut panik.