Cerpen  Yudha Adi Putra
"Kita ke dukun saja. Anak itu jangan sampai lahir," kata Pak Ari dengan suara parau. Ia takut istrinya tak kuat mengandung anak itu. Usianya memang hampir setengah abad. Jadi kalau melahirkan anak lagi pasti berisiko.
Pak Ari memang baru saja merestui anaknya yang kedua untuk menikah. Ketika itu, Ibu Erni, istrinya mengandung anak keempat. Kondisi ekonomi mereka tergolong kurang mampu, kadang malah berkekurangan. Pak Ari seorang petani dan Bu Erni membantu pemasukan rumah tangga dengan menjahit.
"Aku tidak mau, Pak. Dia juga berkat dari Tuhan. Ada rencana indah mungkin. Anak dalam kandungan ini bisa mewarnai hari tua kita," jawab Bu Erni pada keputusan suaminya.
***
Sore itu, anak dalam kandungan Bu Erni lahir. Bidan menemani persalinan dan perjuangan melahirkan anak itu bukan main-main.
"Ibu, pelan-pelan. Tarik nafas dalam-dalam terus hembuskan. Bisa yuk, bisa," kata Bu Bidan memberi aba-aba saat proses kelahiran.
"Bu, saya tidak tahan lagi. Apakah sudah berhasil?"
Tak disangka, Bu Erni mengalami pendarahan hebat. Tapi, anak dalam kandungannya berhasil lahir dengan selamat. Perjuangan melahirkan anak dengan disabilitas itu adalah nyawa Ibunya.Â
Anak itu diberi nama Anugerah, seperti pesan dari Bu Erni. Pak Ari awalnya menolak, tapi tak kuasa karena menjadi permintaan terakhir istrinya. Anugerah tumbuh tanpa Ibu, ia menjadi alasan Pak Ari menjual banyak barang miliknya. Tentu itu semua dipakai untuk pengobatan Anugerah.