Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mahasiswa Akhir dan Tas Kumal

13 Desember 2022   17:50 Diperbarui: 13 Desember 2022   18:06 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mahasiswa Akhir dan Tas Kumalnya

Cerpen Yudha Adi Putra

Bagi mahasiswa dekat kampus lempuyangan itu, nama Yudha sudah lama di kenal. Dia adalah sosok yang punya prestasi di kampusnya. Dengan tas kumal yang dibawanya kemana saja, Yudha biasa mencatat beberapa kejadian lucu, terutama percakapan di warung Ijo. Pada saat itu, para mahasiswa sedang terburu masuk ke kampus. Mereka naik sepeda motor atau mobil dengan gaya masing-masing. Puluhan ojek online juga berdatangan mengantarkan mahasiswa menuju kampusnya. 

Tanpa sapaan, tanpa ucapan terima kasih. Tetapi mereka senang karena dibayarkan dengan uang lebih. Dosen-dosen, beberapa di antaranya ada yang naik sepeda, promosi gaya hidup sehat kalau ditanya. Maka, mahasiswa yang ke kampus jalan kaki seperti Yudha, ada pandangan tersendiri. Pasti mahasiswa akhir yang tidak terburu kelas dimulai.

Mahasiswa yang lain sudah berdatangan ke kelasnya masing-masing. Tetapi, Yudha biasa duduk terlebih dahulu membuat teh di dekat perpustakaan. Ia menatap kursi yang ada di depannya bertuliskan "lalu kapan saya akan diwisuda?" dengan tulisan tipex. 

Entah siapa yang menulisnya. Selain suasana pagi dimana suasana kampus mulai ramai, Yudha juga turut meramaikan pikirannya dengan membaca. Ada buku kecil yang dibawanya, buku cerita yang ditulisnya sendiri. Meskipun kecil, buku itu adalah kumpulan tulisannya sendiri. Mahasiswa lain sering bertanya kenapa Yudha sering ke kampus. Padahal, mahasiswa semester 8 harusnya mengerjakan skripsi; menulis cerita dan mengerjakan tulisan di perpustakaan menjadi alasannya.

Dua tahun yang lalu Yudha hanya mahasiswa pendiam yang sering dibully, bahkan oleh dosennya sendiri karena jarang mandi. Rambutnya panjang. Barang yang dibawanya hanya kertas putih polos, pena, dan tas kumal. Kalau jam makan siang, Yudha sering diberi rokok oleh beberapa temannya. Rokok itu menjadi bekal dia bisa berbicara di warung lebih lama lagi.

Sekarang Yudha tidak lagi pendiam yang tidak diketahui orang. Dia tetap merasa tidak percaya diri, meski kampus mengenalnya dengan prestasi menulisnya, yang kadang amat dia banggakan, tapi tidak diakuinya. Apalagi Yudha juga sering mendapatkan kritik dari dosennya terkait apa yang ditulisnya, terutama di proposal skripsi. Dosen juga terheran kenapa tulisannya di skripsi berbeda dengan biasanya ketika dikenal menang lomba menulis.

Pada awalnya Yudha sering dicibir oleh orang lain, "Ah, cuma menulis esai saja, tulis-tulisan. Menulis seperti itu saja dibagikan di media sosial, berlebihan sekali. Kamu paling cuma berani ikut lomba yang gratisan saja, tapi tidak pernah bisa tembus menulis jurnal atau paper akademis. Kamu juga kalau menulis artikel dilebih-lebihkan, apalagi soal nama baik kampus. Padahal, kenyataannya juga berbeda dengan apa yang ada. Kalau soal nama baik dan cerita lucu, itu dibahas terus. Isu yang lain bagaimana ? Cuma penurut ya ?"

Ketika menerima cibiran itu, Yudha hanya berdiam dan mencatat dalam kertas polosnya. Namun sebenarnya Yudha sungguh tersinggih. Hingga pada suatu ketika, Yudha memenangkan lomba menulis esai dari dinas. Entah dinas apa, terkait pengukuran dan timbangan. Dengan membandingkan beberapa bahan bacaan, Yudha menuliskan pentingnya menimbang dengan jujur. Tetapi, tulisannya itu hanya berjumlah 600 kata, padahal diminta 1000 kata. Sisa kata selanjutnya diberikan refleksi pengalamannya sendiri. 

Tulisan itu menang dan menjadi juara satu. Tetapi, Yudha seolah tidak percaya. Dan di luar dugaan Yudha, kemenangan lomba menulis esai itu mengubah beberapa pandangan terhadapnya. Tulisan Yudha makin banyak dijumpai di media, termasuk koran kampus dan Yudha juga pernah juara paper terbaik tingkat fakultas, meski hanya peringkat tiga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun