Mohon tunggu...
Yudha Adi Putra
Yudha Adi Putra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Tidak Pernah Mati

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hidup bersama Aki

23 November 2022   20:00 Diperbarui: 23 November 2022   20:04 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 "Suaramu yang bagus saja, rekam sekarang. Itu bisa digunakan berulang-ulang," saran salah satu teman yang bernyanyi di jalanan juga.

Sigit ragu-ragu. Tapi dia takut untuk bilang tidak mau merekam suaranya. Itu berbohong, menurutnya. Dia hanya berusaha melakukan yang disarankan, padahal hatinya tidak nyaman. Seminggu kemudian, waktu untuk tampi di kedai kopi sudah tiba. 

Sigit dan Lina sudah bersiap dengan semua peralatan, mulai dari aki hingga rekaman suara nyanyian Sigit. Pengeras suara dinyalakan. Sigit bernyanyi. Lina mulai berkeliling di tempat pengunjung minum kopi dan makan, tentu sudah diperbolehkan. Eko menyusul dengan membawa pengeras suara dan gitarnya. Di samping kedai itu ada perbaikan lampu jalanan.

Sesaat kemudian, pengunjung kedai kopi menikmati mereka bernyanyi, tepat ketika Sigit menghentikan laginyunya, banyak dari pengunjung berdiri dan tepuk tangan. Mereka kagum dengan suara merdu Sigit. Sebagian memang merasa terganggu, tapi tetap memberikan uang supaya Lina segera pergi dari hadapan mereka makan. Sebagian juga jengkel, karena suara berisik dari pengeras suara milik Sigit.

Sigit melihat semua itu dan senang. Suara rekamannya dipuji dan dikagumi para pengunjung kedai kopi itu. Hatinya mulai bangga dan ingin menawarkan pengunjung untuk bernyanyi bersamanya. Dengan semangat ia mengulurkan pengeras suara ke salah satu pengunjung dan mengajaknya bernyanyi bersama. Mereka menjadi pusat perhatian, lagu yang bagus dan sahut-sahutan. Jadi bintang tamu di kedai kopi itu.

Sambil mengatur pilihan lagu di ponselnya, Sigit memetik gitar dan pura-pura bernyanyi, sementara Lina sudah mengumpulkan banyak uang. Tapi, lampu kedai itu tiba-tiba padam tanpa diketahui oleh Sigit. Lagu tetap terdengar karena pengeras suara dari aki, tapi Sigit bersuara menjerit. Beda dengan yang muncul di pengeras suara. Terlambat untuk menjelaskan. Mereka disoraki pengunjung kedai kopi.

"Huuuuu... Pembohong, penipu," teriak pengunjung pada Sigit dan Lina. Mereka ketakutan dalam gelap malam itu.             

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun