Perdamaian dan Ujaran Kebencian di Media Sosial
Yudha Adi Putra
Ketua BEM Fakultas Teologi UKDW
Duta Bahasa 2019
Penulis Esai, Puisi, dan Cerpen
Kita sering melihat berbagai bentuk ujuran kebencian yang muncul di media sosial. Komentar bernada negatif sering muncul ketika ada isu strategis dan memiliki pengaruh. Banyak orang menuliskan apa yang menjadi sudut pandangnya, bahkan tanpa analisis argumen yang jelas. Ada kebebasan dalam mengekspresikan diri di media sosial. Lalu, perasaan negatif menjadi mudah disebar luaskan dari pada bentuk perdamaian.Â
Bisa saja karena ujaran kebencian di media sosial menjadi konflik antar individu, bahkan berdampak dalam kehidupan komunal. Jelas bahwa dampak dari ujaran kebencian di media sosial berimplikasi pada perdamaian.Â
Secara langsung atau tidak, perdamaian menjadi sesuatu yang sulit tercapai karena mudahnya ujaran kebencian muncul. Ketika tidak sesuai atau berbeda pendapat saja sudah memunculkan ujaran kebencian. Perdamaian memang menjadi harapan bersama, damai itu indah. T
etapi, kesadaran untuk perdamaian sering kalah dengan kepentingan diri sendiri untuk merasa paling benar. Selain itu, perdamaian menjadi sulit diimplementasikan karena ketika ada konflik yang muncul pertama kali adalah tuntutan. Tanpa mengetahui apa yang menjadi sebab serta latar belakang, tuntutan menjadi prioritas. Apalagi ketika konfliknya berkaitan dengan keterbatasan sumber daya.Â
Tentu persoalan perdamaian menjadi sulit dilakukan. Dalam krisis relasi seperti ini, apakah perdamaian tidak bisa dilakukan ? Perdamaian seperti apa yang bisa direfleksikan di tengah maraknya ujaran kebencian di media sosial.Â
Untuk merespon hal itu, menjadi perlu untuk mengenali persoalan ujaran kebencian dapat terjadi berserta kepentingannya. Dalam kepentingan itulah, nilai-nilai perdamaian dapat diinternalisasikan.