"Bu, besok adalah hari spesial bagiku, bagi museumku"
"jangan dulu seng, tunggu sedikit pulih"
Belum kelar berujar, ibuku seakan tahu isi pikiran anak satu-satunya ini.
"tapi bu, ini hari jadi museumku, museum kita. Aku hanya ingin mengadakan perayaan kecil-kecilan, dengan tamu seadanya yang berkontribusi dalam pembangunan museumku".
"tidak seng, tidak. Kau tahu sendiri mereka orang-orang besar yang berulangkali berpergian hingga keluar negeri. Apa kau tak takut jika mereka dapat menimbulkan awal gejolak"
"mereka semua pastinya menjaga diri, menjaga protocol kesehatan. Aku tak pernah mendengar kabar buruk tentang mereka".
"orang mana seng yang mau menyebar bahwa ia sakit, apalagi jika terkena virus. Smua pasti ditutupi jadi gosipan para tetangga nantinya"
"mengapa ibu sangat tidak mengerti dan melihat sisi positifnya"
"ibu hanya tidak ingin desa ini tercemar karna acaramu, karna kedatangan tamumu. Kalau sudah kena kamu bisa mengatasinya sendiri?. Sudahlah urungkan saja niatmu itu, berdoa pada Tuhan agar tahun depan kau bisa merayakannya dengan meriah"
Aku hanya terdiam dan tak ingin membantah lagi, benar perkataan ibu ini masih dalam kondisi yang tidak memungkinkan.
Percakapan diruang makan pun selesai ketika aku meneguk segelas jus jeruk yang hambar terkena tenggorokannku.