Mohon tunggu...
Huzer Apriansyah
Huzer Apriansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Pada suatu hari yang tak biasa

Belajar Menulis Disini

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pelangi Mimpi Anak-Anak Nusantara

17 Desember 2011   16:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:08 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mimpi adalah kunci Untuk kita menaklukkan dunia Berlarilah tanpa lelah Sampai engkau meraihnya….

(Lirik Laskar Pelangi/Nidji)

[caption id="attachment_149436" align="aligncenter" width="650" caption="Foto by Huzera"][/caption]

Irama rancak lagu Laskar Pelangi mengalun pelan dari pelantang di seputaran Ancol Eco Park. Lagu yang membawa ingatan berlari menerawang perjuangan Lintang, Ikal dan kawan-kawannya di Belitung sekian puluh tahun lalu. Andrea Hirata telah membawa publik negeri kita pada sebuah kesadaran bahwa kisah keberhasilan tak melulu milik anak-anak kota yang berpunya. Laskar Pelangi membuktikan itu semua. Tak ada mimpi yang tak bisa direngkuh, tak ada asah yang tak bisa digapai. Sesulit apapun keadaan, There is a will there is a way. Begitu kata pepatah.

Laskar Pelangi, sebuah kisah yang beranjak dari kisah nyata Andrea Hirata dan kawan-kawannya di Manggar, Belitung itu diam-diam telah menelisik kedalaman kesadaran kita. Kesadaran akan sebuah semangat perjuangan, kesadaran akan arti pentingnya pendidikan serta kesadaran bersama memperbaiki daya dukung pendidikan di tanah air.

Siang jelang petang tadi ibukota dinaungi gerimis. Matahari hanya bersisa segading, kala kuparkir kendaraan roda duaku di kawasan wisata Ancol, ehm..parkirnya gratis. Gak sia-sia bayar lumayan di gerbang depan. Wajah-wajah ceria anak-anak Indonesia dengan mudah kujumpai di pantai Festival. Hari ini, kebetulan ada family gathering sebuah perusahaan besar, karyawannya dari berbagai daerah tumpah ruah di Ancol. Termasuk di pantai Festival, berbekal balon renang yang disewakan, mereka bersenda gurau di bibir pantai.

Menyaksikan anak-anak di pantai festival itu, tiba-tiba saja lamunanku terbawa ke pantai pasir putih berbatu tempat Ikal, Lintang dan para laskar pelangi bersenda gurau menghabiskan petang bersama (Berdasar adegan film Laskar Pelangi). Pantai Festival tentu saja jauh berbeda dengan pantai pasir putih yang banyak terdapat di Belitung. Sama jauhnya dengan nasib anak-anak yang kutatap matanya di pantai festival dengan anak-anak di pedalaman Belitung itu. Dulu, Ikal dan Lintang harus bersepeda puluhan kilometer untuk bersekolah, anak-anak di pantai festival itu mungkin selalu berkendaraan bermesin tiap akan ke sekolah. Tak ada peluh yang tumpah, berbeda dengan Lintang di Laskar Pelangi.

Entah berapa banyak airmata tumpah menyaksikan perjuangan Lintang. Berjuang melawan keterbatasan, tak goyah dirundung duka dan tak menyerah dihadang kesulitan hidup. Anak-anak di Laskar Pelangi adalah sosok-sosok yang langka hari ini, apalagi di kota-kota besar. Semua serba mudah dan gampang, hingga kadang mereka lupa mensyukurinya. Jadilah tawuran mentradisi, rokok dan obat terlarangpun menggejala di kalangan pelajar. Ah, harusnya pelajar-pelajar kota besar malu pada Lintang, malu pada Ikal. Ironis memang jika membanding kisah Laskar Pelangi dan realitas pelajar kita hari ini.

Matahari makin rebah, kubergegas menuju dunia fantasi (Dufan), seperti biasa Dufan selalu diserbu pengunjung. Mungkin salah satu yang terfavorit di Ancol. Apalagi ada wahana Histeria yang menguji nyali pengunjung dengan merasakan efek turbulensi. Bila anda bernyali, tak ada salahnya mencoba wahana yang satu ini jika ke Ancol. Sembari menikmati cemilan yang berjajar rapih, mataku teralih oleh seorang anak kecil yang menegur ayahnya karena membuang sampah sembarangan. Benar juga anak kecil itu, tempat-tempat sampah dengan mudah kita jumpai, bahkan di Dufan tempat sampahnya telah membedakan antara sampah organik dan non organik.

[caption id="attachment_149437" align="aligncenter" width="650" caption="Beberapa sisi kawasan wisata Ancol/doc@huzera"][/caption]

Di beberapa sudut terpampang informasi bahwa mulai tanggal 24 Desember hingga 7 Januari nanti musikalisasi Laskar Pelangi akan digelar. Ehm, pantas saja suasananya sudah dibangun jauh-jauh hari. Lagu Laskar Pelangi yang terus mengalun, billboard, leaflet dan juga informasi lewat pelantang suara menjadi penanda  musikalisasi laskar pelangi akan hadir.

***

Membawa Laskar Pelangi ke Ancol semoga saja bisa menjadi jembatan bagi anak-anak yang kelak menyaksikannya untuk memahami betapa sebuah pencapaian (terutama akademik) membutuhkan perjuangan. Tak cukup hanya dengan bersantai-santai dan membuang waktu. Kreativitas, kebersamaan dan kerja keras yang menjadi spirit Laskar Pelangi semoga bisa terpatri di hati anak-anak nusantara.

Mudah-mudahan melalui pementasan musikal Laskar Pelangi nanti, memberi efek bagi penontonya. Efek yang bisa menggerakkan energi positif bagi dunia pendidikan kita. Sekecil apapun itu, saya meyakini sebuah ikhtiar untuk memperbaiki keadaan di negeri ini tetaplah sesuatu yang luar biasa. Di luar bahwa pementasan Musikal Laskar Pelangi adalah sebuah strategi bisnis pengelolah Ancol, tapi saya menangkap ada pesan sosial dan moral yang coba diangkat. Semoga dimensi sosial dan moral tersebut tak hanyut oleh dimensi bisnis semata.

Menatap kawasan wisata Ancol terutama Dufan, harus diakui akan sulit dinikmati oleh anak-anak dari keluarga dengan penghasilan yang terbatas. Rp. 180.000 tentu bukan angka yang sedikit, apalagi si anak tak mungkin nonton sendiri. Minimal harus ditemani sang Bapak atau Ibu maka Rp. 500.000 paling tidak harus disiapkan. Pengelolah Ancol, memang memberikan potongan harga bagi pengunjung rombongan. Tapi tetap saja tak bisa dibilang murah. Oh, ya…Jika kita membayar dengan menggunakan kartu debet dari BCA, kita akan mendapat potongan harga 20%, lumayanlah…

Besar harapan saya, pengelolah kawasan wisata Ancol membuka ruang bagi anak-anak yang berkesulitan ekonomi. Paling tidak yang ada di seputaran Ancol. Bukankah banyak anak-anak jalanan di daerah pasar ikan, di Penjaringan juga di sepanjang rel tua. Semoga saja ada tiket-tiket gratis buat anak-anak itu. Saya berkeyakinan jika ada ratusan anak-anak dengan kesulitan ekonomi itu hadir menyaksikan musikal Laskar Pelangi, mudah-mudahan satu, dua bahkan sepuluh anak-anak itu kelak akan meniru jalan yang telah ditorehkan Lintang, Ikal dan pasukan Laskar Pelangi lainnya.

Akhirnya, kawasan wisata Ancol dengan agenda pementasan musikal Laskar Pelangi ini saya yakini sebagai sebuah ikhtiar bagi dunia pendidikan tanah air. Semoga sukses dan semoga seribu benih Laskar Pelangi akan lahir dari pementasan ini. Anak-anak nusantara saatnya merajut mimpi mengukir prestasi, Laskar Pelangi bisa jadi pemicunya

[caption id="attachment_149438" align="aligncenter" width="650" caption="Sisi Eco Friendly Ancol/doc @huzera"][/caption]

FB and Twitter link :

https://twitter.com/#!/kibas_ilalang/status/148080124951142400

http://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=220436571364732&id=688755640

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun